Chapter 18: The Real Genius

Dari seratus Vog yang dijadikan zombie, aku menyadari bahwa enam belas diantaranya adalah Vog yang gugur dalam pertempuranku sebelumnya. Orang-orang yang semasa hidupnya merupakan kawan sekarang harus menjadi lawan ketika mereka telah mati. Mengalahkan zombie Vog lebih sulit daripada mengalahkan zombie manusia biasa. Ini dikarenakan secara fisik Vog lebih kuat dibandingkan manusia biasa. Selain itu mobilitasnya juga lebih tinggi karena mereka bisa terbang.

“Zombie Vog ini hanya memiliki senjata jarak dekat. Jadi, pasukan darat fokuskan untuk menyerang mereka. Sementara itu, pasukan udara tetap fokus untuk menyerang zombie-zombie di darat. Jalankan instruksi!” seru Gudi.

Kami menjalankan instruksi yang diberikan Gudi. Pasukan udara terus menembakkan panahnya ke arah zombie di darat, sedangkan pasukan darat terbang dengan cepat ke arah zombie Vog. Aku bersiap untuk mengayunkan pedangku ke arah salah satu zombie Vog. Ketika timingnya telah pas, aku segera mengayunkannya sekuat tenaga. Akan tetapi, ia mengelak dengan begitu cepat. Dalam keadaan itu, tiba-tiba aku menyadari ada sesuatu yang terbang dengan sangat cepat ke arahku. Ternyata itu zombie lain, yang juga bersiap mengayunkan pedangnya ke arahku. Aku menangkis tebasannya dengan pedangku. Tapi karena kecepatannya yang luar biasa, serangan itu membuatku terpental.

“Hati-hati! Mereka tidak memiliki rasa lelah, jadi mereka bisa terbang dengan kecepatan tinggi tanpa henti!” seru Gudi.


Pertempuran di udara ini cukup sulit. Hanya beberapa zombie Vog yang berhasil dilumpuhkan. Ada yang terpenggal kepalanya, ada juga yang kehilangan sayap sehingga tidak bisa terbang lagi. Dari pasukan AVRO sendiri juga banyak korban yang berjatuhan. Ada yang mati terkena tusukan panah, mati tertebas, dan ada juga yang didorong ke tanah oleh zombie Vog lalu dihabisi oleh zombie manusia yang telah menunggu di bawah. Sementara itu, aku melihat Valen menghampiri Vog yang gugur. Dia seperti melakukan sesuatu kepada mayat itu, tapi aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Ketika ia selesai dengan satu mayat, ia menghampiri mayat yang lain. Sungguh mengejutkan, mayat-mayat yang dihampirinya bangkit kembali. Ternyata ia langsung menjadikan Vog itu zombie. Dengan cepat, zombie-zombie baru itu terbang ke arah pasukan pemanah AVRO untuk menyerang mereka. Hal ini menimbulkan kekacauan dalam pasukan pemanah. Mereka tidak mempunyai pertahanan yang cukup, sedangkan serangan yang mereka lancarkan tidak akan menghentikan gerakan zombie Vog itu.

“PASUKAN, MUNDUR!” teriak Osen.


Pasukan pemanah terbang dengan cepat menjauhi zombie Vog baru itu. Akan tetapi, zombie ini terbang dengan kecepatan yang melebihi kecepatan mereka. Beberapa Vog yang kalah cepat harus mati di tangan zombie-zombie itu. Karena pasukan pemanah AVRO telah mundur, pasukan pemanah zombie pun mengarahkan sasarannya kepada pasukan AVRO yang lain. Keadaan ini membuat pasukan AVRO semakin terdesak.

“Bagaimana Letu? Apa yang akan kau lakukan dalam keadaan ini? Ayo, buktikan kepadaku kalau kau memang seorang yang jenius!” tantang Valen.

Letu terdiam mendengarkan tantangan itu. Tapi dia tidak terlihat sedang berputus asa. Sepertinya ada sesuatu yang sedang dipikirkannya.

“Kenapa kau diam Letu? Apa kau tidak bisa mengatasi keadaan ini? Jika memang benar begitu, sepertinya aku telah salah menilaimu! Kau bukanlah seorang jenius! Aku jauh lebih jenius darimu! Aku adalah pemimpin zombie-zombie ini, sedangkan kau hanyalah seorang bawahan dari sebuah organisasi yang lemah!” caci Valen.

“Valen, aku tidak peduli kau mau menyebutku seorang jenius atau bodoh. Aku juga tidak peduli kau mau memanggilku bawahan, orang lemah, atau cacian lainnya. Tapi bagiku, kau tetaplah orang gila. Aku bahkan heran kenapa aku pernah bersahabat dengan orang sepertimu,” ucap Letu.

“HAHAHA! Sekarang kita impas! Kau menyebutku orang gila, dan aku menyebutmu orang bodoh! Sekarang, siapakah yang akan jadi pemenang? Orang gila atau orang bodoh? Kau lihat keadaannya sekarang, orang gila telah berhasil menjalankan sebuah strategi yang membuat orang bodoh kehabisan akal!” balas Valen.

Letu hanya tersenyum kecil mendengarkan itu. Kemudian wajahnya menjadi serius kembali.

“Kapten, aku mohon maaf, karena aku telah bertindak di luar instruksi. Sebenarnya aku telah menyiapkan sebuah strategi lain, tapi aku tidak memberitahunya kepadamu. Aku bahkan memerintahkan beberapa orang Vog untuk keluar dari strategimu agar bisa menjalankan strategi ini. Maaf aku telah bertindak lancang. Jika kau ingin menghukumku, silakan kau lakukan setelah perang ini,” ujar Letu kepada Gudi.

“Apa maksudmu? Kenapa kau melakukannya?” tanya Gudi.

“Karena menurutku hanya itu cara untuk menang dari orang ini,” jawab Letu.

Letu kemudian terbang dengan kecepatan tinggi menuju salah seorang Vog yang sedang memegang obor. Dia merebut obor dari tangan Vog itu, lalu menukik ke arah daratan. Sepertinya dia menukik ke arah salah satu lubang di tanah yang dibuat oleh zombie manusia penggali untuk menyerang dari dalam tanah. Ia lalu melemparkan obor itu ke dalam salah satu lubang, kemudian dengan cepat terbang tinggi kembali.

“Apa yang kau lakukan, Letu? Kau ingin membakar zombie manusia penggali hanya dengan menggunakan sebuah obor? Hahaha, buat apa kau melakukan itu! Kau sungguh bodoh!” ledek Valen.


Tiba-tiba terjadi sebuah ledakan yang sangat dahsyat dari dalam tanah. Ledakan ini jauh lebih besar daripada ledakan sebelumnya. Kami yang berada di udara pun terpental karena energi yang dilepaskannya. Ketika ledakan masih belum berakhir, muncullah sekitar enam puluh Vog yang memegang senjata pengikat di tangannya. Vog ini terbang ke arah zombie Vog, lalu menancapkan pengait senjata mereka berupa harpun ke tubuh zombie. Mereka lalu terbang memutarinya, sehingga tali pengikat mengitari tubuh zombie-zombie itu dan mengikat mereka dengan sangat kuat. Namun belum semua zombie Vog yang terikat. Maka kami yang masih memiliki kekuatan segera menghabisi zombie yang sedang lengah itu. Gudi terbang dengan kecepatan sangat tinggi dan mengayunkan pedang Naga Hitam ke arah sepuluh zombie Vog yang terpental berdekatan. Dalam satu kali ayunan, kesepuluh zombie ini kehilangan kepalanya. Aku juga tidak menyiakan-nyiakan kesempatan ini. Sekitar tujuh zombie yang ada di sekitarku lumpuh oleh tebasan pedang Bintang Merah. Beberapa Vog lain juga memanfaatkan kesempatan ini, sehingga seluruh musuh di udara berhasil diatasi.


Api dari kebakaran yang terjadi akibat ledakan besar itu memancarkan cahaya yang sangat terang, sehingga aku bisa melihat dengan jelas keadaan di bawah. Seluruh zombie hancur berantakan, baik yang berada di atas tanah maupun di bawah tanah. Valen sepertinya masih hidup, tapi terluka parah. Ia kehilangan kedua kaki dan tangan kanannya. Letu turun untuk menghampiri sahabat lamanya yang sekarat itu.

“Kau sudah lihat strategiku untuk menghadapi strategimu. Sekarang, apa kau masih punya strategi lain?” tanya Letu.

“Tidak, aku sudah tidak berdaya. Namun, izinkan aku untuk mengetahui strategi apa sebenarnya yang kau gunakan,” pintanya lirih.

“Aku sudah memprediksi bahwa kau juga akan menggunakan manusia penggali bawah tanah dan Vog sebagai zombiemu. Karena itu, enam puluh Vog yang melemparkan dinamit pada ledakan pertama, sebelumnya telah aku persenjatai dengan senjata pengikat. Secara rahasia, aku memerintahkan mereka untuk memasuki terowongan bawah tanah. Di bawah tanah, mereka meletakkan lebih banyak dinamit lagi. Aku yakin zombie-zombie ini hanya akan menuruti perintahmu untuk menyerang dari bawah tanah, sehingga mereka tidak akan mempedulikan dinamit-dinamit itu. Tujuanku melemparkan obor itu adalah untuk mengaktifkan seluruh dinamit di bawah tanah dan menimbulkan ledakan hebat. Sedangkan enam puluh Vog itu telah keluar dari bawah tanah dan menunggu ledakan pada suatu tempat yang aman. Begitu ledakan terjadi, mereka segera terbang untuk mengikat zombie Vog buatanmu. Sebenarnya aku melakukan sebuah kesalahan besar, yaitu bertindak di luar instruksi kaptenku,” jelas Letu.

“Strategimu terlalu beresiko. Kau beruntung saja berhasil menjalankannya. Tapi, kuakui strategimu itu luar biasa. Kau seorang jenius yang sejati,” akunya.

Letu terdiam sejenak. Ia lalu mengangkat pedangnya. Sepertinya ia ingin menghabisi Valen.

“Apa kau bisa menjadikan dirimu sendiri zombie?” tanya Letu.

“Sebenarnya aku bisa melakukan hal itu. Tapi kau lihat sendiri, kakiku sudah tidak ada. Meskipun aku menjadi zombie, tapi aku yakin akan dilumpuhkan dengan mudah.”

“Pertanyaan terakhirku, bagaimana cara kau membuat zombie?”

“Cukup aku yang mengetahui rahasia itu. Dengan kematianku, tidak akan ada lagi zombie di dunia ini. Jadi, aku tidak akan memberitahumu.”

Letu memahami apa yang diutarakan Valen. Karena tidak ada lagi yang ingin ditanyakannya, maka ia bersiap untuk mengakhiri pertempuran ini.

“Selamat jalan sahabatku,” ujar Letu.

Satu ayunan pedang memisahkan kepala Valen dari badannya, sekaligus menandakan berakhirnya pertempuran besar di Askoriwimi malam itu.


to be continued


Chapter 19: Annihilation Plan

0 Responses