Chapter 24: Encountered

Kami bertiga berlari menghampiri Rhena. Joey berlari paling cepat, seolah-olah ia tidak merasakan lelah setelah berjalan cukup jauh di bawah tanah. Aku dan Awald mengikutinya dari belakang. Sementara Didu tidak beranjak dari tempat berdirinya.
“Rhena! Kau tidak apa-apa?” seru Joey.
“Joey, kaukah itu?” ujar Rhena dengan suara lemah.
Joey melepaskan kain hitam yang menutupi mata Rhena, sehingga gadis itu sekarang bisa melihat dunia sekitarnya. Ia juga melepaskan tambang dari kaki dan tangan Rhena walaupun dengan susah payah. Ketika ia berhasil, Rhena segera memeluknya.
“Joey, Fred, Awald, kalian datang menyelamatkanku! Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau seandainya kalian tidak datang!” seru Rhena sambil terisak.
“Aku senang kau selamat. Ayo kita keluar dari sini!” kata Joey.
“Rangkul saja dia, Joey! Sepertinya dia masih cukup lemah,” seru Awald.
“Ayo cepat, sebelum ada yang memergoki kita!” seru Didu.

Joey merangkul Rhena di pundaknya. Kami pun segera berlari menghampiri Didu yang masih menjaga pintunya. Tapi tiba-tiba pintu itu tertutup dengan cepat. Kami semua terkejut, termasuk Didu yang merasa tidak melakukan apa-apa kepada pintu itu.
“Hebat sekali. Kalian berhasil menyusup ke dalam persembunyian The Levi,” seru seseorang dari dua orang yang muncul dari sebuah pintu rahasia lain di ruangan itu.
“Tapi sehebat apapun kalian, kami tetap yang paling hebat di bawah tanah,” seru seseorang yang lainnya.
“Tresman bersaudara, tak kusangka kemampuan kalian telah meningkat sampai sejauh ini. Bahkan kalian ternyata mengetahui tentang pintu yang aku buat ini,” ujar Didu.
“Tentu saja, karena kami memiliki guru sehebat Anda.  Tapi sayang sekali, sepertinya Anda terlalu meremehkan kemampuan kami.”
Wajah dua orang yang muncul ini benar-benar mencerminkan bahwa mereka saudara kembar. Aku cukup sulit membedakan mereka berdua. Mereka sama-sama berkulit gelap, berambut hitam lurus panjang, tinggi, dan kekar. Sedikit perbedaan dari mereka adalah matanya. Yang satu memiliki mata yang agak besar dibanding yang satu lagi. Tapi selain dari itu, mereka benar-benar seperti kembar identik yang sempurna.
“Kalian tidak akan bisa lari kemana-mana. Kami sudah memodifikasi sistem di ruangan ini sehingga hanya kami yang bisa membuka atau menutup pintu,” ujar Tresman bermata besar.
“Kuki, sepertinya kau begitu yakin dengan ucapanmu. Tapi untuk kalian ketahui, aku hanya mengajarkan kalian ilmu tentang pintu. Kalian sudah mengembangkan ilmu itu dengan sangat baik. Hanya saja, aku sebenarnya masih memiliki satu dasar ilmu lagi yang mungkin belum pernah kalian temui. Sekarang aku akan menunjukkannya kepada kalian,” kata Didu.

Didu menghentakkan kakinya ke tanah. Seketika itu juga sebidang tanah berbentuk lingkaran yang kami pijaki terangkat ke atas. Langit-langit tanah yang sebelumnya tertutup sekarang juga terbuka membentuk sebuah lingkaran yang ukurannya sesuai dengan tanah yang terangkat ini. Aku, Joey, dan Awald tercengang menyaksikan teknologi canggih yang ada di bawah tanah desa yang tertutupi kabut ini, sedangkan Rhena tidak terlalu peduli dengan hal itu. Tresman bersaudara juga terlihat sangat kaget menyaksikan teknologi ini. Aku yakin mereka belum sempat memikirkan cara mengantisipasi hal ini.
“Kiku, segera hubungi bos! Kita kejar mereka di atas!” seru Kuki.
“Tapi di atas ini adalah pusat desa! Kita bisa ketahuan jika keluar!” protes Kiku.
“Kita keluar atau tidak pun sekarang sama saja! Mereka sudah mengetahui tempat persembunyian kita, kemudian pasti mereka akan melaporkannya kepada polisi. Jadi, lebih baik sekarang kita keluar untuk melakukan penyerangan!” ujar Kuki.
Dua bersaudara itu akhirnya keluar dari ruangan ini melalui pintu yang mereka buka tadi, setelah itu aku tidak bisa lagi menyaksikan bagaimana keadaan di ruangan itu karena elevator tanah ini telah membawa kami ke atas lubang langit-langit yang menutupi pandangan.
“Pak, kau benar-benar luar biasa,” pujiku.
“Kau tidak perlu terlalu kagum kepadaku. Keahlian ini adalah keahlian turun-temurun dari klan Hulovana. Hampir semua anggota klan Hulovana memiliki kemampuan ini,” ujar Didu merendah.

Elevator itu menghantarkan kami kepada sebuah ruangan kecil yang cukup gelap. Begitu elevator itu berhenti sempurna, Didu membukakan sebuah pintu canggih lainnya yang ada di ruangan itu. Pintu itu menghubungkan ruangan kecil yang gelap dengan dunia luar yang diselimuti kabut tebal. Ternyata benar apa yang dibicarakan oleh Tresman bersaudara tadi, saat ini kami berada di pusat desa. Manusia burung yang berlalu lalang di jalan desa ini menyaksikan kami yang baru saja keluar dari ruangan tanah dengan heran.
“Kantor polisi berada sekitar dua kilometer dari sini. Kita harus segera kesana,” jelas Didu.
“Kenapa kita harus ke kantor polisi Pak? Bukankah kami ini masih buronan?” tanya Awald.
“Kita saja tidak akan mampu mengalahkan The Levi. Tapi jika kita bisa membawa mereka mendekati kantor polisi, maka setidaknya kita mendapatkan bantuan kekuatan yang cukup besar. Aku yakin jika polisi sudah melihat The Levi, mereka akan melupakanmu,” terang Didu.
“Apakah kita bisa sampai tepat waktu Pak?” tanya Awald lagi.
“Tunggu sebentar, aku punya ide bagus,” jawab Didu.
Didu mendekati sebuah mobil yang diparkir di pinggir jalan. Di dalam mobil itu ada seorang manusia burung yang sepertinya merupakan pemilik mobil itu. Tampak bahwa mereka mengadakan sebuah negosiasi, kemudian manusia burung itu meninggalkan mobilnya. Didu memberikan isyarat kepada kami untuk menuju mobil tersebut.
“Aku berhasil meminjam mobil orang itu. Sekarang, siapa diantara kalian yang paling ahli dalam mengemudi?” tanya Didu.
“Biar aku yang mengemudi,” tawar Joey.

Joey mengemudi dengan cepat menuju kantor polisi. Sebenarnya kami tidak tahu mengenai lokasi di desa ini. Untung saja ada Didu yang bertindak sebagai penunjuk jalan. Hanya dalam waktu lima menit, kami telah sampai kembali ke kantor polisi tempat kami sebelumnya ditahan sebagai pendatang ilegal.
“Kita telah sampai. Apa yang harus kita lakukan berikutnya Pak?” tanya Joey.
“Ayo kita segera masuk ke kantor ini dan melaporkan The Levi!” seru Didu.
Kami berlima keluar dari mobil itu. Aku menggantikan tugas Joey untuk merangkul Rhena. Tapi ketika aku akan merangkulnya, dia menolak.
“Tidak usah repot-repot Fred. Aku sudah cukup kuat untuk berjalan sendiri kok,” sahutnya.
Aku yakin kondisinya belum terlalu baik untuk berjalan sendiri. Tapi dari sorot matanya tergambar sebuah semangat bahwa ia bisa. Oleh karena itu aku membiarkannya berjalan sendiri. Dia memang sudah mampu untuk berjalan sendiri walaupun agak pelan dan langkahnya kelihatan lemah. Aku berjalan mengikutinya dari belakang, untuk berjaga-jaga kalau seandainya ia kembali tersungkur. Tiba-tiba aku melihat dari arah kanan ada sesuatu yang terbang dengan sangat cepat mendekati Rhena.
“Awas Rhena!” teriakku.
Secara refleks, aku merangkul Rhena dari belakang dan kemudian melompat ke depan bersamanya. Kejadian itu berlangsung dengan sangat cepat seiring dengan datangnya sesosok manusia burung yang cukup besar yang akan mencengkram Rhena. Jika aku terlambat sedetik saja, maka bisa dipastikan Rhena sudah berada di dalam cengkraman makhluk itu.
“Kau tidak apa-apa Fred?” tanya Rhena cemas.
“Aku tidak apa-apa. Kau sendiri bagaimana?” tanyaku.
“Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkanku.”

Sejumlah polisi keluar dari kantor menuju jalan untuk menyaksikan apa yang telah terjadi. Dua diantara polisi itu sangat aku kenali, Zappa dan Cesnael.
“Ternyata kalian ada disini! Bagaimana cara kalian melarikan diri dari tahanan?” tanya Zappa geram.
“Kepolisian yang terhormat, kalian tidak perlu menangkap mereka karena mereka bukanlah kriminal. Kriminal sebenarnya adalah The Levi,” ujar Didu.
“The Levi? Apa maksudmu orang tua?” tanya Zappa lagi.
Aku perhatikan wajah-wajah polisi yang terlihat geram itu. Tapi kemudian aku melihat ekspresi Cesnael yang berubah setelah ia melihat Rhena.
“Tunggu dulu. Apakah dia gadis yang kau ceritakan sebelumnya?” tanya Cesnael kepada kami sambil menunjuk ke arah Rhena.
“Benar! Kau sebelumnya memberitahu kami bahwa kemungkinan ia diculik The Levi. Dan dugaanmu itu sangat tepat, ia telah diculik The Levi!” tukas Joey.
“Apakah kau mempunyai bukti yang bisa meyakinkan kami bahwa kau telah bertemu The Levi?” tanya seorang petugas polisi yang lain.
“Tentang bukti, kami tidak mempunyai hal itu,” jawabku singkat.
“Lalu bagaimana kami harus mempercayai omong kosongmu?” tanya polisi itu lagi dengan nada menantang.
“Mereka memiliki bukti itu!”
Kami semua dikagetkan oleh suara itu. Suara itu berasal dari seorang manusia burung berbadan besar yang terbang dengan penuh percaya diri ke arah kami. Dia terbang diikuti oleh dua orang manusia burung lainnya, yang masing-masingnya merangkul seorang dari Tresman bersaudara.
“Kami adalah bukti dari ucapan mereka!” seru orang itu lagi, dengan aura bicara yang sangat mengerikan.

to be continued