Chapter 21: Battle Against Parker and Lim

Lim menarik kembali pedangnya. Ia terbang keluar ruangan ini. Sepertinya duel pedang tidak akan menarik jika dilakukan di dalam ruangan yang sempit seperti ruangan yang kutempati sekarang. Maka aku mengejarnya keluar melalui jendela kaca yang semakin pecah akibat getaran yang dihasilkan pedang yang beradu tadi. Baru saja aku keluar lagi-lagi aku dihujani tiga buah anak panah. Mata-mata runcing dari panah tersebut benar-benar terlihat menginginkan darahku. Untung saja kali ini aku sudah memegang pedang Bintang Merah, sehingga aku bisa menangkis semua panah itu dan membuat mereka terlempar tak berdaya ke udara. Pertarungan ini sepertinya memang cukup melelahkan, karena aku akan diserang panah dan pedang berkecepatan tinggi secara bergantian. Aku harus memikirkan strategi yang tepat untuk mengalahkan mereka berdua.

Aku kembali dihujani panah-panah buas dari crossbow Parker. Kali ini aku harus menghindarinya, karena jumlahnya cukup banyak. Kemudian ketika serangan panah itu berhenti, maka aku yakin bahwa lawan yang harus kuhadapi selanjutnya adalah Lim. Benar saja, ia telah menantiku di dekat pohon besar yang sempat menahan gerakannya tadi. Kali ini ia lebih siaga, ia tidak mengayunkan pedangnya langsung kepadaku. Mungkin ia tahu bahwa cara seperti itu tidak efektif dilakukan kepada lawan yang juga memegang pedang. Maka aku bisa memulai duel dengan serangan-serangan pendek. Pedang kami saling berayun, saling beradu, saling berusaha menunjukkan siapa yang pantas pertama kali merobek kulit lawan. Bertarung di udara adalah keuntungan bagiku, karena memberikan ruang yang cukup luas bagiku untuk menyerang dan menghindar. Tentu saja, juga keuntungan baginya, karena ia juga bisa terbang sepertiku. Di saat duel ini, tidak ada satu pun anak panah yang melesat ke arah kami. Hanya saja, kuperhatikan Parker dalam posisi siap untuk menembakkan anak panah dari laras crossbownya. Pada suatu momen, aku mengayunkan jurus pedang yang cukup cepat ke arah Lim. Tapi ia benar-benar seorang yang sangat menguasai ilmu pedang. Seranganku yang sangat cepat itu berhasil di tangkisnya, sehingga pedang kami kembali beradu dan mengeluarkan suara lentingan yang memekakkan telinga.
“Tamat riwayatmu, Fea!” ujar Lim terengah-engah.
“Kau salah, justru kaulah yang akan tamat!” jawabku yang juga terengah-engah.

Tapi akhirnya aku menyadari maksud dari perkataannya barusan. Walaupun tidak melihat langsung, tapi aku bisa mengetahui bahwa saat ini ada beberapa anak panah yang melesat ke arahku. Celakanya, kali ini aku dalam posisi beradu pedang. Jika aku bergerak, maka Lim akan mengambil kesempatan itu untuk menebasku. Tapi jika aku tetap diam, maka panah-panah ini akan mengakhiri hidupku. Hanya ada satu cara bagiku untuk lepas dari keadaan ini, tapi aku tidak yakin apakah aku bisa melakukannya.
“Jurus rahasia, Lompatan Belalang Hitam!”
Aku akhirnya mengeluarkan jurus rahasia yang kumiliki tersebut. Sambil tetap mempertahankan pedang yang beradu, aku mengeluarkan segenap tenaga yang kumiliki untuk melompat ke belakang Lim. Ketika tepat berada di atas kepalanya, aku memutar badanku dengan tetap mempertahankan posisi pedang. Maka setelah lompatan itu berhasil, aku telah mengunci gerakannya dari arah belakang. Aku mendorong badanku sedikit ke depan, sehingga ia juga ikut terdorong.
“Aaaarrrrggghhhhh!” teriak Lim.
Aku telah berhasil mengubah mangsa anak panah itu. Tujuh anak panah yang seharusnya memangsaku kali ini telah berubah haluan dengan memangsa Lim. Parker terkejut dengan apa yang dilihatnya barusan. Aku menyadari bahwa aku hanya punya sedikit waktu sebelum Parker menyerangku lagi. Maka aku tarik pedang Bintang Merah yang telah mengunci Lim dan menghantarkannya menuju eksekusi panah kelaparan. Untuk memastikan kematiannya, aku menusuk jantungnya dari belakang. Pedang Bintang Merah menembus jantung hingga ke dadanya, sehingga darah segar muncrat dari lubang yang kubentuk di bagian vitalnya itu. Cairan merah itu melumuri pedangku yang juga berwarna merah, sehingga kali ini merahnya semakin menyala. Benar-benar bagaikan sebuah bintang merah di tengah kegelapan Askoriwimi.
“Kurang ajar kau, Fea! Kau harus membayar semua ini!” teriak Parker dengan penuh kegeraman.

Dia melesatkan anak panah ke arahku yang masih membiarkan pedang Bintang Lima di dada Lim. Karena aku tidak punya cukup waktu, maka aku menjadikan tubuh tak bernyawa dari Lim sebagai tameng untukku dari panah-panah tersebut. Semua anak panah itu menancap di tubuh Lim. Tentu saja, ia tak akan merasakan sakit lagi. Jika Valen Norka masih ada, tentu saja ia tak akan menyia-nyiakan seorang pendekar pedang yang hebat seperti Lim untuk menjadi zombienya. Aku membayangkan jika seandainya aku tahu teknik apa yang dilakukan Valen untuk membuat zombie, tentu saja aku akan memanfaatkan Lim untuk menghancurkan Parker dan juga pemerintah Askoriwimi. Tapi aku tidak patut memikirkan hal itu. Valen sudah mati, begitu juga dengan ilmunya. Yang harus kupikirkan sekarang adalah bagaimana cara membereskan Parker yang menyerang dari jarak jauh dalam waktu sesingkat-singkatnya dan menyelamatkan AVRO. Maka kucabut pedang Bintang Merah dari dada Lim, sehingga jasadnya jatuh ke tanah. Aku terbang dengan cepat ke arah Parker. Aku ingin menebasnya dengan kecepatan tinggi dan mengakhiri pertarungan ini. Tapi rencanaku tidak berjalan semulus apa yang kupikirkan. Sembari aku terbang mengejarnya, ia juga terbang mundur dengan kecepatan yang cukup tinggi dan terus menembakkan panahnya ke arahku. Lama kelamaan aku mulai kesulitan menangkis dan menghindari hujan panah ini. Entah karena aku kelelahan atau memang keberuntunganku untuk menghindar sudah hilang. Aku sadar tidak semua panah itu berhasil kuelakkan atau kutangkis. Tiga anak panah yang dilepaskan dari crossbow itu akhirnya mengenai mangsanya. Di bahu kananku bersarang satu, di paha kiriku bersarang dua. Karena aku terbang sangat cepat, jantungku pun memompa darah dengan sangat cepat. Maka tentu saja darah segar yang keluar dari luka-luka itu mengalir dengan sangat cepat. Aku terus berusaha mengejarnya. Tapi tubuhku sudah tidak sejalan lagi dengan tekadku. Aku terbang semakin lambat, semakin rendah, semakin mendekati tanah, dan akhirnya jatuh tersungkur.

Kepalaku pusing. Mataku berkunang-kunang. Pandanganku redup. Lidahku kelu. Tubuhku gemetar, dingin, tak dapat digerakkan. Kesimpulan yang bisa kuambil, aku kehilangan terlalu banyak darah. Walaupun demikian aku dapat mendengar suara teriakan penuh kemenangan dari atas.
“Hahaha, akhirnya aku dapat melukaimu! Tapi kau sungguh keterlaluan, hampir semua anak panah yang kumiliki habis! Untung aku masih memiliki satu lagi, yang sepertinya memang ditakdirkan untuk mengirimmu ke neraka!” sorak Parker.
Aku mengumpulkan segenap tenaga yang tersisa. Aku bisa mendengar dengan jelas, ia hanya memiliki satu lagi anak panah. Ya, hanya satu! Jika aku bisa menghindarinya, maka aku masih punya kesempatan untuk hidup. Tapi jika tidak, maka panah itu akan menjadi saksi bisu kematianku. Aku tak punya pilihan, aku harus hidup! Panah itu tak boleh membunuhku! Akan tetapi, darah ini mengucur semakin deras. Aku semakin tak berdaya. Aku benar-benar tidak bisa lagi menguasai tubuhku.
“Aku ingin memberikanmu kesempatan untuk mengucapkan kata-kata terakhir, tapi aku yakin kau tak mampu lagi bicara. Sudahlah, simpan saja kata-kata itu di hatimu!” teriak Parker.

Dia benar-benar serius dengan ucapannya. Satu anak panah terakhir itu melesat dari laras crossbow. Aku benar-benar tak bisa bergerak. Semua tenaga yang kukumpulkan barusan sirna. Ya, aku tamat! Aku tidak bisa memberitahu rencana jahat pemerintah kepada rekan-rekan AVRO. Konsekuensinya, AVRO akan turut binasa malam ini juga. Hanya tinggal sepersekian detik sebelum panah itu benar-benar membunuhku. Tapi dalam sepersekian detik itu juga, aku bisa merasakan sesuatu yang besar bergerak sangat cepat ke arahku. Dalam sekejap mata, sebuah pedang besar berwarna hitam berayun ke arah anak panah itu. Anak panah yang malang itu pun terpental dan patah dalam kondisi yang mengenaskan. Samar-samar aku bisa melihat pedang hitam itu. Tak salah lagi, itu pedang Naga Hitam.
“Fea, bertahanlah sebentar saja!” seru Gudi.
Aku hanya diam mendengarkan suara itu. Tak ada sedikitpun yang dapat kulakukan untuk merespon. Setelah itu semua berlangsung dengan sangat cepat. Gudi terbang ke arah Parker dan memenggal kepalanya dalam satu kali tebasan. Setelah tugasnya selesai, ia menghampiriku.
“Kondisimu terlalu parah. Kau begitu kelelahan dan kehilangan banyak darah. Sepertinya lawan yang kau hadapi cukup tangguh,” ujar Gudi.
Dia merobek sebagian bajuku untuk dijadikan pengikat lukaku agar berhenti. Setelah itu dia mengeluarkan sebuah botol kecil yang berisi semacam cairan berwarna merah darah.
“Minumlah, kau akan merasa lebih baik.”

Aku meminum cairan yang pekat seperti darah itu. Tidak berapa lama aku merasa tenagaku kembali. Rasa sakit yang kualami juga berkurang.
“Minuman apa ini?” tanyaku heran.
“Jus buah gogo, obat segala penyakit. Buah ini hanya tumbuh di gunung Goma. Tidak banyak orang yang mengetahui tentang buah ini, termasuk warga Askoriwimi sendiri.”
“Kenapa kau ada disini?” tanyaku lagi.
“Aku merasa ada keributan di sekretariat, karena itu aku menuju kesana. Sesampai disana, aku melihatmu terbang mengejar Parker yang terus menembakimu. Karena itu aku mengejar kalian berdua. Tapi kalian terbang terlalu cepat, aku sampai tak sanggup mengejarnya,” jelasnya.
Aku kemudian menceritakan rencana pemerintah kepada Gudi. Setelah aku selesai bercerita, Gudi menjawab dengan tenang.
“Sudah kuduga, pemerintah berencana untuk membinasakan organisasi kita. Tenang saja, aku dan Letu sudah memperkirakan hal ini akan terjadi. Karena itu aku telah membuat suatu rencana untuk mengantisipasinya!” jawabnya mantap.

to be continued

Chapter 20: Spies of Government

Aku hampir tidak bisa mempercayai kata-kata Nio barusan. Sebelumnya aku sama sekali tidak menyimpan kecurigaan kepada pihak pemerintah. Bagiku pemerintah itu adalah atasan AVRO, sehingga tidak mungkin mereka mempunyai niat untuk mencelakakan AVRO. Kami tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan pemerintah.
“Kau bercanda kan?” tanyaku.
“Tidak! Aku mendapatkan informasi ini dari temanku yang bekerja di pemerintahan. Dia orang yang cukup kupercaya, jadi dia tak mungkin membohongiku,” jawab Nio.
Aku terdiam. Tidak ada kebohongan yang tergambar dari wajah Nio.
“Apa alasan pemerintah melakukannya?” tanyaku.
“Seperti yang kau tahu, sejak perang satu bulan yang lalu, popularitas AVRO begitu meningkat di kalangan warga Askoriwimi. Pemerintah mengkhawatirkan kepercayaan warga terhadap pemerintah akan memudar, sehingga suatu saat bisa saja AVRO melakukan kudeta pemerintahan dan kudeta itu didukung oleh segenap warga Askoriwimi.”
“Sepertinya alasan itu tidak masuk akal.”
“Begitulah. Sekarang beritahukan hal ini kepada AVRO agar rencana ini dapat digagalkan.”

Aku mengerti apa yang harus kulakukan. Mencegah lebih baik daripada mengatasi. Meskipun kalau hal itu tidak menjadi kenyataan, sekurang-kurangnya aku sudah melakukan tindak waspada terhadap bahaya.
“Terima kasih, Nio,” ujarku.
Aku segera terbang menuju sekretariat. Sebenarnya aku tidak yakin apakah masih ada Vog yang masih berada di sekretariat atau tidak. Tapi setidaknya aku berusaha dulu untuk menyampaikan berita penting ini. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk sampai di sekretariat. Celakanya, tidak ada satu orang pun yang ada di tempat ini.
“Apa yang harus kulakukan,” gumamku.
Sebelum benar-benar bingung, aku menyadari lampu putih dari mercusuar yang selalu dihidupkan di sekretariat setiap malam. Cahaya putih yang berputar-putar menerangi sekeliling desa sebagai simbol sebuah sekretariat pasukan keamanan resmi di desa tersebut. Aku segera memasuki ruang kontrol mercusuar. Tidak ada satu orang pun yang berjaga disini. Benar-benar sebuah kejadian yang langka dimana semua anggota AVRO pulang ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan diri menghadiri sebuah jamuan makan malam dari pemerintah yang sebenarnya hanya merupakan sebuah kamuflase untuk mengakhiri mereka semua. Tanpa pikir panjang aku mengganti warna lampu mercusuar tersebut dengan merah. Dengan ini aku akan berhasil mengumpulkan kembali semua anggota AVRO ke sekretariat.

Tapi aku merasa ada sesuatu yang janggal. Aku sangat yakin telah mengganti warna lampu mercusuar tersebut. Namun pemandangan yang kulihat berlawanan dengan keyakinanku. Lampu itu tetap saja bersinar putih, tanpa ada warna merah sedikit pun yang terpancar. Aku mengulangi penggantian warna itu sampai tiga kali, tapi tetap tidak ada perubahan. Mungkinkah ada orang pemerintah yang memperhatikan gerak-gerikku ini? Atau yang lebih buruk lagi, adakah pengkhianat di dalam AVRO sendiri? Aku akhirnya berkeputusan untuk mencari Gudi sesegera mungkin. Aku harus melaporkan semua kejanggalan ini kepadanya.

Ketika aku keluar dari ruang kontrol mercusuar, aku menyadari ada sesuatu yang sangat cepat melesat ke arahku. Untung aku menyadari hal itu dan menghindarinya. Kuperhatikan benda itu adalah sebuah anak panah yang dilesatkan dengan sengaja untuk mencelakakanku. Di luar begitu gelap, sehingga aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa orang yang menyerangku barusan. Tapi aku bisa melihat bayangannya di balik kegelapan itu. Satu-satunya hal yang aku yakini, dia terbang. Dan yang sangat aku ketahui, satu-satunya makhluk bersenjata yang bisa terbang di desa ini hanyalah Vog. Maka aku pun terbang untuk mengejar orang itu. Ketika di udara, aku bisa melihat lebih jelas karena ada bantuan penerangan dari cahaya mercusuar. Sekali lagi sebuah panah melesat ke arahku. Beruntung aku masih bisa menghindarinya walaupun panah itu hanya meleset sekitar sepuluh sentimeter dari sayap kiriku. Aku akhirnya bisa mengetahui siapa orang yang menyerangku. Dia adalah Parker, Vog yang baru bergabung dengan AVRO seminggu setelah perang berakhir yang bekerja sebagai petugas kontrol mercusuar. Di tangannya terdapat sepucuk crossbow yang digunakannya untuk menyerangku. Bisa kupastikan ia adalah mata-mata pemerintah yang ditugaskan untuk memantau aktivitas kami.
“Parker, ternyata kau orang pemerintah!” seruku.
“Hahaha, kenapa kau baru menyadari hal itu, Fea? Sebagai kepala bidang hubungan masyarakat seharusnya kau menyadari hal itu sejak dulu. Aku bergabung dengan AVRO bukan karena keinginanku sendiri, tapi karena pemerintah membayarku untuk itu. Mereka menjanjikan kehidupan yang lebih layak untukku jika AVRO berhasil dihancurkan. Tentu saja aku tak menolak tawaran tersebut!” jawab Parker.
Aku hanya diam saja mendengarkan pengakuannya barusan. Ternyata masalah uang, sogok menyogok itu tidak pandang ras. Bahkan ras Vog yang menurutku begitu terhormat mau saja disogok oleh manusia.
“Aku tidak punya waktu banyak, aku harus segera memberitahu anggota AVRO tentang hal ini. Menyingkirlah dari hadapanku karena aku sedang tidak ingin menggunakan kekerasan saat ini,” ancamku.
“Menyingkir dari hadapanmu? Tentu saja aku tidak akan melakukan hal itu. Kau harus kuhabisi karena kau telah mengetahui rencana ini. Tidak akan kubiarkan kau pergi dari sini,” jawabnya.

Aku benar-benar tidak ingin berurusan dengan orang ini sekarang. Mengalahkannya mungkin akan menghabiskan waktu dan tenaga yang banyak. Lagipula, kuakui saat ini aku kalah kekuatan dengannya karena dia bersenjata, sedangkan aku tidak. Maka aku mengeluarkan segenap tenagaku untuk terbang secepat mungkin. Dia menghujaniku dengan panah-panah tajam dari crossbownya, tapi aku berhasil menghindari itu semua. Tiba-tiba saja aku melihat sesosok bayangan lain. Kali ini ia bergerak dengan sangat cepat ke arahku, mengayunkan senjata seperti pedang ke arahku. Dengan sigap aku menghindari serangan tiba-tiba itu dan berusaha untuk menendangnya. Sayang sekali, ia juga begitu sigap menghindari tendanganku. Di saat yang dramatis tersebut, kembali Parker menghujaniku dengan panahnya. Aku segera terbang di balik sebuah pohon yang besar untuk melindungi diri. Setelah serangan itu reda, aku kemudian melihat keadaan musuhku. Ternyata kali ini ada satu orang Vog lagi yang datang mengganggu. Ia adalah Lim, Vog yang juga bekerja di ruang kontrol mercusuar. Di tangannya terdapat sebuah pedang sepanjang satu meter yang siap menebasku kapan saja.
“Ada dua orang mata-mata sekarang,” ujarku.
“Tidak, kau salah! Sebenarnya ada lima orang dari kami yang merupakan orang bayaran pemerintah. Tiga orang lain sedang mengawasi gerak-gerik anggota AVRO lain!” seru Lim.

Situasi ini benar-benar tidak menguntungkan bagiku. Aku harus melawan dua orang Vog yang bisa menyerang dari jarak dekat dan juga jarak jauh. Sedangkan aku benar-benar tidak bersenjata saat ini. Melarikan diri menurutku juga percuma, karena aku tahu Lim memiliki kecepatan dan akurasi terbang yang melebihiku. Maka satu-satunya jalan aku harus melawan mereka. Tapi yang harus aku lakukan pertama adalah mengambil pedang Bintang Merah yang ada di dalam sekretariat. Aku memandangi sekretariat. Semua pintu terkunci, berarti aku harus menerobos masuk melalui jendela kaca. Masalahnya, aku harus mengatur timing yang tepat agar aku bisa masuk dengan selamat tanpa harus diserang oleh mereka berdua terlebih dahulu. Tapi sepertinya aku berpikir terlalu panjang, karena dengan cepat Lim terbang ke arahku dan kembali mengayunkan pedangnya. Ayunannya sangat cepat, tapi aku berhasil menghindari itu semua. Aku lalu ingat bahwa Parker bukanlah seorang pemanah yang hebat. Artinya, ia tidak mungkin menyerangku bersamaan dengan Lim, karena bisa saja panahnya meleset mengenai Lim. Maka aku bisa fokus untuk menghindari ayunan pedang dari Lim. Aku mengumpannya untuk menyerang pohon di belakangku. Umpan itu sukses, untuk beberapa saat pedang itu menancap kuat di pohon besar itu sehingga sulit untuk ditarik kembali. Maka dengan kecepatan penuh aku melesat menuju jendela kaca sekretariat. Hujan panah yang kembali diluncurkan Parker dapat dengan mudah kuhindari semua. Akhirnya aku berhasil menerobos jendela kaca tersebut hingga kacanya pecah berderai-derai di lantai. Tanpa pikir panjang aku segera mengambil pedang Bintang Merah yang terpajang dengan begitu gagah di dinding. Tepat ketika pedang itu tergenggam kuat di tanganku, aku menyadari Lim telah mencabut kembali pedangnya dan terbang dengan sangat cepat ke dalam sekretariat melalui jendela yang kupecahkan tadi. Ia kembali mengayunkan pedangnya ke arahku, kali ini jauh lebih cepat. Maka aku pun juga mengayunkan pedang Bintang Merah untuk menangkis serangan darinya. Kedua pedang kami beradu dengan sangat kuat sehingga menimbulkan suara lentingan yang memekakkan telinga.
“Pertarungan baru saja dimulai!” seruku mantap.

to be continued

Quote dari Lagu

Beberapa lagu memiliki quote-quote yang bagus di dalamnya. Nah, kali ini saya melakukan sebuah survey melalui 2 jejaring sosial (plurk, facebook, sebenarnya twitter iya juga, tapi gagal -_-) tentang quote apa saja yang disukai oleh pengguna jejaring tersebut. Langsung saja deh!

Mereka yang dari plurk, berkata...

"Maybe the children of a lesser God Between heaven and hell"
Kings and Queens - 30 Seconds to Mars
(egamaker)

"Let it be"
The Beatles - Let It Be
(bakasam הילמן)

"I hear Jerussalem bells are ringing, Roman cavalry choirs are singing"
Coldplay - Viva la Vida (bakasam הילמן)

"You're save in my heart and my heart will go on and on"
Celine Dion - My Heart Will Go On (Odlaver)

"Nothing's gonna change my love for you"
George Benson - Nothing's Gonna Change My Love For You (BAKASAM™ imau)


Mereka yang dari facebook, berkata ...

"Jika tua nanti kita tlah hidup masing masing ingatlah hari ini"
Project Pop
- Ingatlah Hari Ini (Alivia Seftin Oktriwina)

‎"We got to move this microwave oven, custom kitchen delivered"
Dire Straits
- Money for Nothing (Giovann Hanif Fauza)

"To be rock and not roll"
Led Zeppelin
- Stairway to Heaven (Giovann Hanif Fauza)

‎"Don't waste your time or time will waste you"
Muse - Knights of Cydonia
(Vino Tri Mulia)

"There's just too much that time cannot erase"
Evanescene
- My Immortal (Asri Faizun)

"Pitih dapek dicari, budi jan dibali, cinto ka datang juo"
Vanny Vabiola - Cinto Jan Dibali
(Nurul Ilma)

"Never mind I'll find someone like you"
Adele - Someone Like You
(Dimas Mahendra)

"Man jadda wa jada"
Yovie n Nuno
- Man Jadda wa Jada (Gema Asrida)

"And now I try hard to make it. I just want to make you proud"
Simple Plan - Perfect
(Nurul Ilma)

‎"Semoga kita selalu menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan"
Sheila on 7
- Sebuah Kisah Klasik (Vino Tri Mulia)

‎"'cause the hardest part of this is leaving you"
My Chemical Romance - Cancer (Vino Tri Mulia)

"But I set fire to the rain"
Adele
- Set Fire to the Rain (Dimas Mahendra)

"DELI-DELI DELICIOUS de itadakimasu"
Sea A -
Deli Deli Delicious (Asri Faizun)

‎"Tiada yang salah, hanya aku manusia bodoh"
Ada Band
- Manusia Bodoh (Vino Tri Mulia)

"I'm not colorblind, I know the world is black and white"
John Mayer
- Stop the Train (Ayeshadira Putri)

‎"Fly away tooku e, hikaru rocket uchi agerunda! (LET’S GO TOGETHER!!)"
Sea A - Dream Shooter
(Asri Faizun)

"I love youuu I need youuu I want youuu heavy rooteshoon"
Jkt48
- Pocari (Nurul Ilma)

"But I know I had the best day with you today"
Taylor Swift
- The Best Day (Annisa Amalina)

"Ano hi ano toki deawanakereba ima no bokura wa kitto inai ne"
Wada Kouji - Bokura no Digital World (Firlando Riyanda)

‎"And since we've no place to go, Let It Snow! Let It Snow! Let It Snow!"
Let It Snow
(Pelangi Puteri)

"Sometime solutions aren't so simple, sometimes goodbye's the only way"
Linkin Park
- Shadow of the Day (Afdhal Aulia)

"'cause I want it now, I want it now. Give me your heart and your soul"
Muse - Hysteria
(Muhammad Faisal Aziz)

"Konna ni omotte iru Jikan wa tomatte kurenai"
Yui - Love and Truth
(Muhammad Faisal Aziz)

"If it a dream, now wake me up. If it a real, just kill me"
X-Japan - Art of Life
(Shaki Septiadi P)

"Kowaresou dakara kanawanu omoi nara semete karetai"
L'Arc en Ciel - Flower (Egia Mulya Baskara)


Nah, bagaimana dengan kamu?