Chapter 24: Encountered

Kami bertiga berlari menghampiri Rhena. Joey berlari paling cepat, seolah-olah ia tidak merasakan lelah setelah berjalan cukup jauh di bawah tanah. Aku dan Awald mengikutinya dari belakang. Sementara Didu tidak beranjak dari tempat berdirinya.
“Rhena! Kau tidak apa-apa?” seru Joey.
“Joey, kaukah itu?” ujar Rhena dengan suara lemah.
Joey melepaskan kain hitam yang menutupi mata Rhena, sehingga gadis itu sekarang bisa melihat dunia sekitarnya. Ia juga melepaskan tambang dari kaki dan tangan Rhena walaupun dengan susah payah. Ketika ia berhasil, Rhena segera memeluknya.
“Joey, Fred, Awald, kalian datang menyelamatkanku! Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau seandainya kalian tidak datang!” seru Rhena sambil terisak.
“Aku senang kau selamat. Ayo kita keluar dari sini!” kata Joey.
“Rangkul saja dia, Joey! Sepertinya dia masih cukup lemah,” seru Awald.
“Ayo cepat, sebelum ada yang memergoki kita!” seru Didu.

Joey merangkul Rhena di pundaknya. Kami pun segera berlari menghampiri Didu yang masih menjaga pintunya. Tapi tiba-tiba pintu itu tertutup dengan cepat. Kami semua terkejut, termasuk Didu yang merasa tidak melakukan apa-apa kepada pintu itu.
“Hebat sekali. Kalian berhasil menyusup ke dalam persembunyian The Levi,” seru seseorang dari dua orang yang muncul dari sebuah pintu rahasia lain di ruangan itu.
“Tapi sehebat apapun kalian, kami tetap yang paling hebat di bawah tanah,” seru seseorang yang lainnya.
“Tresman bersaudara, tak kusangka kemampuan kalian telah meningkat sampai sejauh ini. Bahkan kalian ternyata mengetahui tentang pintu yang aku buat ini,” ujar Didu.
“Tentu saja, karena kami memiliki guru sehebat Anda.  Tapi sayang sekali, sepertinya Anda terlalu meremehkan kemampuan kami.”
Wajah dua orang yang muncul ini benar-benar mencerminkan bahwa mereka saudara kembar. Aku cukup sulit membedakan mereka berdua. Mereka sama-sama berkulit gelap, berambut hitam lurus panjang, tinggi, dan kekar. Sedikit perbedaan dari mereka adalah matanya. Yang satu memiliki mata yang agak besar dibanding yang satu lagi. Tapi selain dari itu, mereka benar-benar seperti kembar identik yang sempurna.
“Kalian tidak akan bisa lari kemana-mana. Kami sudah memodifikasi sistem di ruangan ini sehingga hanya kami yang bisa membuka atau menutup pintu,” ujar Tresman bermata besar.
“Kuki, sepertinya kau begitu yakin dengan ucapanmu. Tapi untuk kalian ketahui, aku hanya mengajarkan kalian ilmu tentang pintu. Kalian sudah mengembangkan ilmu itu dengan sangat baik. Hanya saja, aku sebenarnya masih memiliki satu dasar ilmu lagi yang mungkin belum pernah kalian temui. Sekarang aku akan menunjukkannya kepada kalian,” kata Didu.

Didu menghentakkan kakinya ke tanah. Seketika itu juga sebidang tanah berbentuk lingkaran yang kami pijaki terangkat ke atas. Langit-langit tanah yang sebelumnya tertutup sekarang juga terbuka membentuk sebuah lingkaran yang ukurannya sesuai dengan tanah yang terangkat ini. Aku, Joey, dan Awald tercengang menyaksikan teknologi canggih yang ada di bawah tanah desa yang tertutupi kabut ini, sedangkan Rhena tidak terlalu peduli dengan hal itu. Tresman bersaudara juga terlihat sangat kaget menyaksikan teknologi ini. Aku yakin mereka belum sempat memikirkan cara mengantisipasi hal ini.
“Kiku, segera hubungi bos! Kita kejar mereka di atas!” seru Kuki.
“Tapi di atas ini adalah pusat desa! Kita bisa ketahuan jika keluar!” protes Kiku.
“Kita keluar atau tidak pun sekarang sama saja! Mereka sudah mengetahui tempat persembunyian kita, kemudian pasti mereka akan melaporkannya kepada polisi. Jadi, lebih baik sekarang kita keluar untuk melakukan penyerangan!” ujar Kuki.
Dua bersaudara itu akhirnya keluar dari ruangan ini melalui pintu yang mereka buka tadi, setelah itu aku tidak bisa lagi menyaksikan bagaimana keadaan di ruangan itu karena elevator tanah ini telah membawa kami ke atas lubang langit-langit yang menutupi pandangan.
“Pak, kau benar-benar luar biasa,” pujiku.
“Kau tidak perlu terlalu kagum kepadaku. Keahlian ini adalah keahlian turun-temurun dari klan Hulovana. Hampir semua anggota klan Hulovana memiliki kemampuan ini,” ujar Didu merendah.

Elevator itu menghantarkan kami kepada sebuah ruangan kecil yang cukup gelap. Begitu elevator itu berhenti sempurna, Didu membukakan sebuah pintu canggih lainnya yang ada di ruangan itu. Pintu itu menghubungkan ruangan kecil yang gelap dengan dunia luar yang diselimuti kabut tebal. Ternyata benar apa yang dibicarakan oleh Tresman bersaudara tadi, saat ini kami berada di pusat desa. Manusia burung yang berlalu lalang di jalan desa ini menyaksikan kami yang baru saja keluar dari ruangan tanah dengan heran.
“Kantor polisi berada sekitar dua kilometer dari sini. Kita harus segera kesana,” jelas Didu.
“Kenapa kita harus ke kantor polisi Pak? Bukankah kami ini masih buronan?” tanya Awald.
“Kita saja tidak akan mampu mengalahkan The Levi. Tapi jika kita bisa membawa mereka mendekati kantor polisi, maka setidaknya kita mendapatkan bantuan kekuatan yang cukup besar. Aku yakin jika polisi sudah melihat The Levi, mereka akan melupakanmu,” terang Didu.
“Apakah kita bisa sampai tepat waktu Pak?” tanya Awald lagi.
“Tunggu sebentar, aku punya ide bagus,” jawab Didu.
Didu mendekati sebuah mobil yang diparkir di pinggir jalan. Di dalam mobil itu ada seorang manusia burung yang sepertinya merupakan pemilik mobil itu. Tampak bahwa mereka mengadakan sebuah negosiasi, kemudian manusia burung itu meninggalkan mobilnya. Didu memberikan isyarat kepada kami untuk menuju mobil tersebut.
“Aku berhasil meminjam mobil orang itu. Sekarang, siapa diantara kalian yang paling ahli dalam mengemudi?” tanya Didu.
“Biar aku yang mengemudi,” tawar Joey.

Joey mengemudi dengan cepat menuju kantor polisi. Sebenarnya kami tidak tahu mengenai lokasi di desa ini. Untung saja ada Didu yang bertindak sebagai penunjuk jalan. Hanya dalam waktu lima menit, kami telah sampai kembali ke kantor polisi tempat kami sebelumnya ditahan sebagai pendatang ilegal.
“Kita telah sampai. Apa yang harus kita lakukan berikutnya Pak?” tanya Joey.
“Ayo kita segera masuk ke kantor ini dan melaporkan The Levi!” seru Didu.
Kami berlima keluar dari mobil itu. Aku menggantikan tugas Joey untuk merangkul Rhena. Tapi ketika aku akan merangkulnya, dia menolak.
“Tidak usah repot-repot Fred. Aku sudah cukup kuat untuk berjalan sendiri kok,” sahutnya.
Aku yakin kondisinya belum terlalu baik untuk berjalan sendiri. Tapi dari sorot matanya tergambar sebuah semangat bahwa ia bisa. Oleh karena itu aku membiarkannya berjalan sendiri. Dia memang sudah mampu untuk berjalan sendiri walaupun agak pelan dan langkahnya kelihatan lemah. Aku berjalan mengikutinya dari belakang, untuk berjaga-jaga kalau seandainya ia kembali tersungkur. Tiba-tiba aku melihat dari arah kanan ada sesuatu yang terbang dengan sangat cepat mendekati Rhena.
“Awas Rhena!” teriakku.
Secara refleks, aku merangkul Rhena dari belakang dan kemudian melompat ke depan bersamanya. Kejadian itu berlangsung dengan sangat cepat seiring dengan datangnya sesosok manusia burung yang cukup besar yang akan mencengkram Rhena. Jika aku terlambat sedetik saja, maka bisa dipastikan Rhena sudah berada di dalam cengkraman makhluk itu.
“Kau tidak apa-apa Fred?” tanya Rhena cemas.
“Aku tidak apa-apa. Kau sendiri bagaimana?” tanyaku.
“Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkanku.”

Sejumlah polisi keluar dari kantor menuju jalan untuk menyaksikan apa yang telah terjadi. Dua diantara polisi itu sangat aku kenali, Zappa dan Cesnael.
“Ternyata kalian ada disini! Bagaimana cara kalian melarikan diri dari tahanan?” tanya Zappa geram.
“Kepolisian yang terhormat, kalian tidak perlu menangkap mereka karena mereka bukanlah kriminal. Kriminal sebenarnya adalah The Levi,” ujar Didu.
“The Levi? Apa maksudmu orang tua?” tanya Zappa lagi.
Aku perhatikan wajah-wajah polisi yang terlihat geram itu. Tapi kemudian aku melihat ekspresi Cesnael yang berubah setelah ia melihat Rhena.
“Tunggu dulu. Apakah dia gadis yang kau ceritakan sebelumnya?” tanya Cesnael kepada kami sambil menunjuk ke arah Rhena.
“Benar! Kau sebelumnya memberitahu kami bahwa kemungkinan ia diculik The Levi. Dan dugaanmu itu sangat tepat, ia telah diculik The Levi!” tukas Joey.
“Apakah kau mempunyai bukti yang bisa meyakinkan kami bahwa kau telah bertemu The Levi?” tanya seorang petugas polisi yang lain.
“Tentang bukti, kami tidak mempunyai hal itu,” jawabku singkat.
“Lalu bagaimana kami harus mempercayai omong kosongmu?” tanya polisi itu lagi dengan nada menantang.
“Mereka memiliki bukti itu!”
Kami semua dikagetkan oleh suara itu. Suara itu berasal dari seorang manusia burung berbadan besar yang terbang dengan penuh percaya diri ke arah kami. Dia terbang diikuti oleh dua orang manusia burung lainnya, yang masing-masingnya merangkul seorang dari Tresman bersaudara.
“Kami adalah bukti dari ucapan mereka!” seru orang itu lagi, dengan aura bicara yang sangat mengerikan.

to be continued

Chapter 23: Didu's Guide

Didu mengakhiri cerita panjang yang dibacakannya dari sebuah buku catatan tua. Kelihatan membacakan cerita sepanjang itu membuatnya sangat haus. Ia lalu menuangkan kembali kopi ke dalam cangkirnya yang telah kosong, kemudian meminumnya dengan cepat untuk menghilangkan dahaga yang tersangkut di kerongkongan dan menyelimuti bibirnya.
“Nah, kalian sudah mendengar sendiri apa yang terjadi di gunung ini tiga ratus tahun yang lalu. Cerita di buku ini ditulis langsung oleh Fea Edu. Kemudian, Fea menyerahkan buku ini kepada Vuze. Seperti yang kau ketahui, nama belakangku sama dengan Vuze, yaitu Hulovana. Buku ini diwariskan terus secara turun temurun, sampai akhirnya saat ini ada di tanganku,” ujar Didu.
“Ada satu hal yang ingin kutanyakan. Apakah manusia bawah juga tinggal dengan bebas di desa ini?” tanyaku.
“Tidak juga. Hanya beberapa orang yang memiliki paspor ini yang bisa tinggal dengan bebas disini. Tidak hanya manusia bawah, juga ada manusia atas,” jawab Didu sambil menunjukkan sebuah paspor.
“Jadi jika kami memiliki paspor, kami bisa tinggal dengan bebas di desa ini?”
“Benar sekali. Tapi tidak mudah untuk mendapatkan paspor ini. Harus ada rekomendasi dari orang yang memiliki paspor atau dari Vog. Orang yang memberikan rekomendasi itu juga harus orang yang terpercaya, tidak bisa sembarang orang.”
“Jadi warga desa ini berhubungan dengan dunia luar melalui perantara manusia-manusia yang memiliki paspor?” tanyaku lagi.
“Kau benar lagi. Karena itulah desa ini tidak ketinggalan teknologi,” jawabnya.
“Kau bilang sudah tiga puluh tahun sejak melarikan diri dari penjara itu. Kenapa kau tahu mengenai perkembangan desa ini?” tanya Joey.
“Selama dua puluh delapan tahun aku selalu meminta tolong kepada manusia bawah yang bisa kupercaya untuk mengirimkanku makanan dan koran. Tapi dua tahun yang lalu, aku mendapat informasi bahwa namaku sudah dihapus dari daftar buronan. Karena itu aku mulai memberanikan diri untuk keluar. Meskipun demikian, aku sudah terlalu nyaman tinggal disini, sehingga aku memutuskan untuk menetap disini. Selain itu, aku juga terus menanti seseorang yang akan menggunakan jalan rahasia ini,” jelasnya panjang lebar.

Didu menutup buku catatan dan peta tua yang terkembang di atas meja. Setelah dia menyimpan barang-barang itu kembali ke dalam lemarinya, dia mulai bertanya kepada kami.
“Kalian sudah mendengarkan ceritaku. Sekarang aku juga ingin mendengarkan cerita kalian. Apa tujuan kalian ke desa ini?” tanyanya.
Aku menceritakan semua yang terjadi, mulai dari wabah yang berjangkit di desa As, hilangnya Rhena, sampai tertangkapnya kami. Didu menyimak cerita itu dengan seksama.
“Hmm, The Levi. Sepertinya dugaan polisi-polisi itu memang benar. Aku pun yakin bahwa merekalah orang di balik hilangnya sepupumu itu,” sahut Didu.
“Kau tahu siapa mereka?” tanya Joey.
“Mereka adalah kelompok kriminal yang terdiri dari lima orang. Dua orang manusia bawah, yaitu si kembar Kiku Tresman dan Kuki Tresman, serta tiga orang Vog, yaitu Vau Nond, Toro Ormam, dan pemimpin mereka, yaitu Levi Heres. Si kembar Tresman menguasai teknik pembuatan pintu bawah tanah, sehingga jalur yang mereka buat selalu ditutup dengan rapi. Vau Nond dan Toro Ormam memiliki kecepatan terbang yang luar biasa. Tidak hanya cepat, akurasi terbangnya pun sangat hebat sehingga mereka bisa terbang dengan cepat bahkan di dalam terowongan bawah tanah sekalipun. Sedangkan Levi Heres terkenal sangat cerdas dan kuat. Dari rumor yang beredar, ia pernah hampir tertangkap oleh lima orang polisi khusus. Tapi ia berhasil melumpuhkan kelima polisi tersebut. Secara umum, mereka memang kriminal yang mengerikan,” jelas Didu.
“Lalu kenapa mereka menculik Rhena?” tanya Joey lagi.
“Maaf, aku tidak mengetahui apa motif mereka,” jawab Didu.

Suasana di dalam ruangan bawah tanah itu menjadi hening sejenak. Aku yakin kami bertiga pasti memikirkan bagaimana cara menyelamatkan Rhena dari kelompok kriminal berbahaya itu. Pemimpin mereka adalah seorang manusia burung. Aku masih ingat bagaimana rasanya menangkis pukulan seorang manusia burung. Itu saja sudah membuat tanganku hampir mati rasa. Apalagi kalau seandainya aku harus bertarung melawan seorang manusia burung yang perkasa sampai ditentukan siapa pemenangnya.
“Bagaimana? Apa kalian masih ingin berurusan dengan The Levi?” tanya Didu.
Pertanyaan yang terlontar dari mulut Didu itu seolah-olah tidak merasuki telinga kami. Pertanyaan itu terpantul ke dinding-dinding tanah, memberontak berusaha mencari jalan keluar, dan akhirnya mau tak mau harus masuk ke telinga kami.
“Kami sudah terlanjur berada disini. Tidak ada pilihan lain. Lagipula kami sudah bertekad akan menyelamatkannya,” jawab Awald mantap.
Aku dan Joey terkejut mendengar jawaban penuh keyakinan dari Awald. Sementara itu Didu hanya tersenyum.
“Kalau memang demikian, aku akan mengantarkan kalian menuju persembunyian mereka.”
Pernyataan dari Didu ini semakin membuat kami terkejut. Dia akan mengantarkan kami ke tempat persembunyian orang-orang jahat yang bahkan polisi profesional pun kesulitan untuk melacak keberadaan mereka?
“Kau…, mengetahui tempat mereka?” tanyaku terbata-bata.
“Benar sekali. Andaikan selama ini aku dekat dengan pihak kepolisian, tentu saja The Levi sudah ditangkap sejak bertahun-tahun yang lalu. Tapi biarlah, aku sama sekali tidak menyesal. Untuk kalian ketahui, si kembar Tresman adalah muridku. Akulah yang mengajari mereka bagaimana cara membuat pintu bawah tanah,” jawab Didu sambil tetap tersenyum.

Entah ini suatu kebetulan atau bukan, kami bertemu dengan orang yang mengenal penjahat yang kami cari. Sungguh petualangan aneh yang kami mulai di desa ini. Mulai dari ditangkap polisi, dijebloskan ke dalam penjara, menemukan jalan kabur, mendengarkan cerita yang hilang, sampai akhirnya akan dipertemukan dengan orang yang kami cari.
“Lewat jalan ini,” kata Didu sambil menekan sebuah tombol di dinding.
Dinding tanah yang tadinya terlihat begitu kokoh sekarang bergeser dengan sangat halus. Sebuah terowongan lain terbuka di hadapan kami. Aku tercengang dengan teknologi luar biasa yang dimiliki orang-orang ini. Kenapa selama ini mereka menutup diri?
“Pak, ada satu hal yang masih mengganjal di benakku,” ujarku seraya masuk ke dalam terowongan yang baru terbuka itu.
“Apa lagi yang masih membuatmu penasaran?” tanya Didu.
“Kenapa keberadaan Willyvinia harus disembunyikan? Tidak hanya keberadaan desanya, tapi juga keberadaan manusia bawah dan Vog yang ada di dalamnya.”
“Terkait dengan insiden AVRO tiga ratus tahun yang lalu, Vog yang masih tersisa di Askoriwimi dimigrasikan secara bertahap di bawah koordinasi Letu Rir. Setelah migrasi selesai, semua Vog hidup secara mandiri di desa ini. Tapi beberapa waktu setelah itu Nio datang ke Willyvinia dan menyampaikan pesan bahwa pemerintah Askoriwimi menjalankan sebuah program penghapusan Vog. Sebuah skenario yang dirancang pemerintah ditujukan kepada warga Askoriwimi sehingga warga Askoriwimi memiliki pandangan seolah-olah Vog tidak pernah ada di dunia ini. Ya, aku yakin skenario ini tidak efektif seratus persen. Menurutku, pasti ada beberapa warga As, Kor atau Iwimi yang mengetahui tentang manusia burung ini,” jelas Didu.
“Seperti nenekku,” gumam Awald.
“Karena itulah, pihak Willyvinia memutuskan untuk membuat desa ini tersembunyi. Agar tetap berhubungan dengan dunia luar, maka dibentuklah sistem paspor itu,” terang Didu lagi.

Kami berjalan mengikuti Didu yang menjadi pemandu kami. Di sepanjang perjalanan, beberapa pintu rahasia dibuka secara rapi dan halus dan kemudian ditutup kembali juga dengan sangat rapi dan halus. Aku sekarang memahami kenapa polisi begitu sulit menemukan The Levi. Aku juga mengerti kenapa Rhena begitu cepat hilang ketika terperosok ke dalam lubang itu. Tidak hanya karena mungkin ia dibawa terbang oleh manusia burung berkecepatan tinggi, tapi juga karena ada pintu rahasia yang tidak kami ketahui. Bagiku, dijebloskan ke dalam penjara tidak selamanya buruk. Lihat saja kali ini, dijebloskan ke dalam penjara membawa kami kepada nasib baik. Mungkin tidak juga sepenuhnya baik, karena lawan yang akan dihadapi adalah kriminal kelas kakap.
“Ini adalah pintu terakhir. Aku membuat pintu ini secara diam-diam, bahkan The Levi pun tidak mengetahui tentang pintu ini. Padahal, di balik pintu ini adalah markas bawah tanah mereka. Nah, apakah kalian siap?” tanya Didu.
Kami bertiga saling berpandangan, lalu dengan penuh keyakinan kami menganggukkan kepala.
“Permainan baru saja dimulai,” ujar Didu.
Ia menekan tombol kecil yang ada di dinding tanah itu. Seketika itu juga sebuah pintu terbuka dengan sangat halusnya. Di balik pintu itu adalah sebuah ruangan kecil yang agak gelap. Walaupun demikian, kami bisa melihat dengan jelas sesosok gadis yang duduk di pojok ruangan itu. Tangan dan kakinya terikat kuat oleh seutas tambang yang cukup besar, sementara matanya ditutupi oleh seutas kain hitam yang diikat melingkari kepalanya. Tak salah lagi, gadis itu adalah Rhena!

to be continued

Chapter 22: Escape

Suasana jamuan yang diadakan pemerintah malam itu begitu meriah. Semua orang datang dengan penampilan terbaiknya, baik dari pihak manusia maupun dari pihak Vog. Makanan yang sangat banyak dan terlihat sangat enak terhidang di atas meja. Aroma yang dipancarkannya sanggup merontokkan bulu hidung, menerbitkan air liur siapa saja yang menciumnya. Buah-buahan yang dipotong dengan penuh seni pun turut disajikan menemani hidangan tersebut, memberikan kesan bahwa hidangan ini disajikan oleh profesional, bukan amatir.
“Selamat datang, sahabat dari AVRO!” sambut Josh, walikota Askoriwimi.
“Suatu kehormatan bagi kami menghadiri undangan dari pemerintah,” ujar Gudi.
“Tapi, jika saya perhatikan hanya sedikit anggota AVRO yang menghadiri undangan ini. Mana yang lainnya?” tanya Josh.
“Maafkan saya, Pak. Saya sudah menekankan kepada bawahan saya untuk dapat menghadiri jamuan penting ini. Tapi ternyata sebagian dari mereka tidak dapat menghadirinya. Sebagai informasi, saat ini kami sedang mengembangkan suatu proyek untuk meningkatkan kinerja kami sebagai pasukan keamanan desa ini. Proyek itu dipimpin oleh wakil saya, Letu Rir. Saat ini mereka sedang mengadakan suatu pertemuan untuk membahas proyek tersebut di sekretariat. Karena itulah, kami hanya bisa membawa enam puluh orang anggota,” jelas Gudi.
“Oh, begitu,” jawab Josh datar.

Aku bisa melihat perasaan tidak puas di wajahnya. Jelas sekali mereka menginginkan kami semua menghadiri jamuan ini, agar mereka bisa membinasakan kami sekaligus. Beberapa orang yang ada di dalam ruangan ini juga memunculkan ekspresi yang sama dengan Josh. Bisa kuambil kesimpulan sementara bahwa mereka mengetahui dan mungkin juga ikut terlibat langsung dalam rencana ini. Meskipun sebenarnya kami sudah menyiapkan rencana yang matang, tapi kami harus tetap berhati-hati di dalam ruangan ini. Bisa saja mereka menyerang kami yang hanya beberapa orang di dalam ruangan ini, terutama Gudi. Jika itu terjadi, maka rencana gagal. Walaupun demikian, sebenarnya kami juga sudah memiliki rencana lain jika seandainya hal tersebut terjadi.
“Silakan duduk di meja ini! Mari nikmati dulu hidangan yang disiapkan oleh juru masak profesional pemerintah! Jangan sia-siakan kesempatan langka ini!” ajak Josh.
Kami menuruti ajakan tersebut, tentunya dengan tetap waspada. Sebenarnya aku sedikit tergoda dengan hidangan yang disajikan ini. Aromanya yang begitu sedap benar-benar tidak dapat didustai. Apalagi kopi Ronder favoritku juga ada di atas meja ini, masih panas di dalam poci logam berkesan klasik. Meskipun tidak ada yang memberitahuku bahwa itu adalah kopi Ronder, tapi aromanya yang khas yang dibawa oleh asapnya yang masih mengepul telah memberitahuku.

Kami  menikmati hidangan lezat tersebut bersama-sama dengan hadirin lain, termasuk Josh. Ketika sedang makan pun, aku bisa melihat wajah yang tetap serius dari orang-orang yang telah kutandai tadi, seolah-olah bersiap melaksanakan suatu instruksi yang akan muncul tiba-tiba. Gudi yang dari tadi mencoba untuk tenang sekarang juga mulai terlihat gelisah. Sepertinya ada sesuatu yang kurang sesuai dengan rencananya.
“Bapak Ketua AVRO, sepertinya ada sesuatu yang Anda sembunyikan. Coba Anda ceritakan sesuatu apa itu,” seru Josh tiba-tiba.
“Oh tidak ada apa-apa, Pak. Saya hanya merasa telah mengecewakan Anda atas kehadiran anggota AVRO yang sedikit ini,” jawab Gudi.
“Kalau tentang hal itu, tidak usah dipermasalahkan lagi. Saya dapat memakluminya. Tapi, bukan itu maksud saya. Saya melihat Anda seolah-olah mempunyai rencana terselubung.”
“Apa maksud Anda?”
“Tidak usah berbasa-basi lagi. Saya yakin Anda sudah mencurigai maksud kami sebenarnya mengundang Anda. Oleh karena itu, Anda hanya membawa sedikit anggota ke jamuan ini, agar AVRO tidak dapat kami binasakan sepenuhnya pada saat ini. Anda sengaja mengorbankan diri menghadiri jamuan ini dengan tujuan mengelabui kami sehingga kami mengira Anda tidak mengetahui rencana kami. Tapi sayang sekali, kami sudah mengetahui hal tersebut melalui mata-mata kami. Sekarang beberapa orang pasukan elit pemerintah sedang menuju sekretariat AVRO untuk memusnahkan sisa-sisa AVRO yang masih ada disana. Sekarang giliran Anda yang berada di ruangan inilah yang akan dimusnahkan! Pasukan, jalankan perintah!” seru Josh.

Orang-orang berwajah serius tadi mengeluarkan belati yang mereka simpan di balik jasnya masing-masing. Sekitar seratus lima puluh orang pasukan berjas dengan wajah serius itu bergerak cepat mengepung kami yang hanya berjumlah enam puluh orang.
“Seratus lima puluh melawan enam puluh. Bagaimana menurutmu, Pak?” tanyaku kepada Gudi.
“Seorang Vog setara dengan sepuluh orang manusia biasa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” jawab Gudi.
Kami mengambil pedang yang dari tadi kami sembunyikan dari balik sayap kami yang tebal dengan sangat rapi.
“Asap!” seru Gudi.
Dari dalam ruangan itu tiba-tiba mengepul asap putih yang sangat tebal. Suatu kamuflase yang cukup menarik, menarik pedang seolah-olah akan bertarung, tapi pada akhirnya malah meledakkan bom asap.
“Cepat keluar dari ruangan ini! Ingat strategi yang telah disusun!” seru Gudi lagi.
Ia terbang dengan cepat menuju pintu ruang jamuan yang terbuat dari jati berkualitas tinggi itu. Tanpa memikirkan biaya yang telah dikeluarkan pemerintah untuk membeli pintu tersebut, ia langsung menebas pintu itu dengan pedang Naga Hitam yang sangat buas. Dalam sekejap salah satu aset berharga milik pemerintah itu telah berubah menjadi potongan kayu jati yang mengalami penurunan nilai guna. Melalui lubang yang dibuat Gudi, kami terbang dengan cepat keluar ruangan itu. Kami lalu mencari pintu utama gedung ini. Dengan cara yang sama, Gudi kembali memainkan pedangnya sehingga menambah kerugian bagi pemerintah. Dalam waktu yang tak terlalu lama kami telah berada di luar gedung pemerintahan ini.
“Hei, lihat! Ada asap hitam tebal yang mengepul tinggi dari arah sekretariat!” seruku.
“Sepertinya rencana kita berjalan dengan baik. Ayo pergi!” seru Gudi.

Asap hitam itu tentu saja berasal dari kebakaran. Sekretariat AVRO memang dibakar. Tapi yang membakar bukanlah orang pemerintah, melainkan beberapa anggota AVRO yang dipimpin oleh Letu. Ketika orang-orang pemerintah mengepung sekretariat, tim disana menyalakan api yang dengan cepat membakar sekretariat beserta lingkungan sekitarnya. Kami tidak bekerja sendiri. Beberapa orang manusia penggali terowongan bawah tanah juga berperan dalam aksi pembakaran ini. Mereka bertugas menanam batu bara di titik-titik tertentu pada tanah sekitar sekretariat. Kemudian pasukan pemanah api yang bersembunyi melepaskan panahnya ke titik-titik tersebut. Maka terjadilah sebuah kebakaran yang hebat, yang membinasakan orang-orang pemerintah sekaligus sekretariat AVRO. Sementara itu, Vog yang terlibat aksi tersebut melarikan diri ke suatu tempat yang telah kami sepakati, demikian juga manusia penggali terowongan bawah tanah.

Akhirnya kami sampai di tempat yang disepakati tersebut. Tempat itu adalah sebuah hutan di gunung Goma. Tempat ini masih hijau, sepertinya belum tersentuh oleh tangan manusia maupun Vog. Orang yang memberikan petunjuk tentang tempat ini adalah pemimpin tertinggi AVRO, yaitu Gudi. Ia sepertinya ingin berbicara sambil membawa seorang manusia penggali.
“Kita sekarang telah sampai di tempat melarikan diri dari desa ini. Semuanya, perkenalkan ini Vuze Hulovana. Ia adalah sahabatku sejak kecil. Dulu ketika masih kecil kami sering bermain ke tempat ini. Tempat ini sangat jarang dikunjungi oleh warga desa. Padahal sebenarnya di tempat ini tumbuh buah langka yang bernama Gogo, buah yang mampu mengobati segala penyakit. Nah, Vuze pernah bercerita kepadaku bahwa ketika menggali, ia telah menemukan suatu tempat tersembunyi yang selalu tertutup kabut di gunung ini. Tempat itu memiliki potensi untuk ditinggali. Aku berpikir, kita tak punya tempat lagi di desa ini. Karena itu, marilah kita pergi ke tempat tersebut. Kita akan membangun sebuah desa yang maju disana,” ujar Gudi.
“Bagaimana dengan nasib Vog lain, Pak? Apakah mereka aman tinggal di desa ini?” tanya salah seorang Vog.
Letu yang dari tadi belum berbicara akhirnya memulai kata-katanya.
“Aku akan tinggal disini sementara waktu sampai semua Vog berhasil diungsikan. Tak perlu mengkhawatirkan kondisiku, karena aku bekerjasama dengan manusia penggali dan juga penduduk desa yang dapat kupercaya, seperti sahabat karib Fea, yaitu Nio.”
Aku tersentak mendengarkan penjelasan Letu. Dia menyebut nama Nio. Sepertinya dia cukup yakin bahwa Nio adalah salah satu orang yang tepat untuk diajak bekerjasama.
“Aku dibantu dengan beberapa orang nantinya akan membuat sebuah gapura bertuliskan Hutan Larangan di gerbang hutan ini. Kemudian aku juga akan membuat tulisan dilarang masuk kecuali bagi yang berkepentingan di gerbang tersebut. Tempat ini jarang dikunjungi, bahkan oleh pemerintah sekalipun. Mereka tidak akan merasa janggal jika nantinya menemukan tempat ini,” kata Letu mengakhiri penjelasannya.

Setelah semuanya beres, kami memasuki terowongan yang dibuat oleh Vuze. Terowongan ini cukup luas, sehingga kami bisa memasukinya dengan nyaman. Kulihat Letu tetap berjaga di gerbang hutan tersebut. Kudekati dia, karena ada sesuatu yang perlu kukatakan.
“Semoga kau sukses menjalankan tugas ini,” ujarku.
“Tenang saja. Kau tahu siapa aku kan?” balasnya.
“Ada satu hal yang ingin kusampaikan.”
“Apa itu?”
“Mohon sampaikan maafku kepada Nio, karena aku harus pergi tanpa memberitahunya.”
Letu menghela nafas. Kemudian ia  memberikan jawaban atas permintaanku.
“Nio adalah salah satu rekanku dalam rencana ini. Jadi, aku menyanggupi permintaanmu!”

to be continued

Chapter 21: Battle Against Parker and Lim

Lim menarik kembali pedangnya. Ia terbang keluar ruangan ini. Sepertinya duel pedang tidak akan menarik jika dilakukan di dalam ruangan yang sempit seperti ruangan yang kutempati sekarang. Maka aku mengejarnya keluar melalui jendela kaca yang semakin pecah akibat getaran yang dihasilkan pedang yang beradu tadi. Baru saja aku keluar lagi-lagi aku dihujani tiga buah anak panah. Mata-mata runcing dari panah tersebut benar-benar terlihat menginginkan darahku. Untung saja kali ini aku sudah memegang pedang Bintang Merah, sehingga aku bisa menangkis semua panah itu dan membuat mereka terlempar tak berdaya ke udara. Pertarungan ini sepertinya memang cukup melelahkan, karena aku akan diserang panah dan pedang berkecepatan tinggi secara bergantian. Aku harus memikirkan strategi yang tepat untuk mengalahkan mereka berdua.

Aku kembali dihujani panah-panah buas dari crossbow Parker. Kali ini aku harus menghindarinya, karena jumlahnya cukup banyak. Kemudian ketika serangan panah itu berhenti, maka aku yakin bahwa lawan yang harus kuhadapi selanjutnya adalah Lim. Benar saja, ia telah menantiku di dekat pohon besar yang sempat menahan gerakannya tadi. Kali ini ia lebih siaga, ia tidak mengayunkan pedangnya langsung kepadaku. Mungkin ia tahu bahwa cara seperti itu tidak efektif dilakukan kepada lawan yang juga memegang pedang. Maka aku bisa memulai duel dengan serangan-serangan pendek. Pedang kami saling berayun, saling beradu, saling berusaha menunjukkan siapa yang pantas pertama kali merobek kulit lawan. Bertarung di udara adalah keuntungan bagiku, karena memberikan ruang yang cukup luas bagiku untuk menyerang dan menghindar. Tentu saja, juga keuntungan baginya, karena ia juga bisa terbang sepertiku. Di saat duel ini, tidak ada satu pun anak panah yang melesat ke arah kami. Hanya saja, kuperhatikan Parker dalam posisi siap untuk menembakkan anak panah dari laras crossbownya. Pada suatu momen, aku mengayunkan jurus pedang yang cukup cepat ke arah Lim. Tapi ia benar-benar seorang yang sangat menguasai ilmu pedang. Seranganku yang sangat cepat itu berhasil di tangkisnya, sehingga pedang kami kembali beradu dan mengeluarkan suara lentingan yang memekakkan telinga.
“Tamat riwayatmu, Fea!” ujar Lim terengah-engah.
“Kau salah, justru kaulah yang akan tamat!” jawabku yang juga terengah-engah.

Tapi akhirnya aku menyadari maksud dari perkataannya barusan. Walaupun tidak melihat langsung, tapi aku bisa mengetahui bahwa saat ini ada beberapa anak panah yang melesat ke arahku. Celakanya, kali ini aku dalam posisi beradu pedang. Jika aku bergerak, maka Lim akan mengambil kesempatan itu untuk menebasku. Tapi jika aku tetap diam, maka panah-panah ini akan mengakhiri hidupku. Hanya ada satu cara bagiku untuk lepas dari keadaan ini, tapi aku tidak yakin apakah aku bisa melakukannya.
“Jurus rahasia, Lompatan Belalang Hitam!”
Aku akhirnya mengeluarkan jurus rahasia yang kumiliki tersebut. Sambil tetap mempertahankan pedang yang beradu, aku mengeluarkan segenap tenaga yang kumiliki untuk melompat ke belakang Lim. Ketika tepat berada di atas kepalanya, aku memutar badanku dengan tetap mempertahankan posisi pedang. Maka setelah lompatan itu berhasil, aku telah mengunci gerakannya dari arah belakang. Aku mendorong badanku sedikit ke depan, sehingga ia juga ikut terdorong.
“Aaaarrrrggghhhhh!” teriak Lim.
Aku telah berhasil mengubah mangsa anak panah itu. Tujuh anak panah yang seharusnya memangsaku kali ini telah berubah haluan dengan memangsa Lim. Parker terkejut dengan apa yang dilihatnya barusan. Aku menyadari bahwa aku hanya punya sedikit waktu sebelum Parker menyerangku lagi. Maka aku tarik pedang Bintang Merah yang telah mengunci Lim dan menghantarkannya menuju eksekusi panah kelaparan. Untuk memastikan kematiannya, aku menusuk jantungnya dari belakang. Pedang Bintang Merah menembus jantung hingga ke dadanya, sehingga darah segar muncrat dari lubang yang kubentuk di bagian vitalnya itu. Cairan merah itu melumuri pedangku yang juga berwarna merah, sehingga kali ini merahnya semakin menyala. Benar-benar bagaikan sebuah bintang merah di tengah kegelapan Askoriwimi.
“Kurang ajar kau, Fea! Kau harus membayar semua ini!” teriak Parker dengan penuh kegeraman.

Dia melesatkan anak panah ke arahku yang masih membiarkan pedang Bintang Lima di dada Lim. Karena aku tidak punya cukup waktu, maka aku menjadikan tubuh tak bernyawa dari Lim sebagai tameng untukku dari panah-panah tersebut. Semua anak panah itu menancap di tubuh Lim. Tentu saja, ia tak akan merasakan sakit lagi. Jika Valen Norka masih ada, tentu saja ia tak akan menyia-nyiakan seorang pendekar pedang yang hebat seperti Lim untuk menjadi zombienya. Aku membayangkan jika seandainya aku tahu teknik apa yang dilakukan Valen untuk membuat zombie, tentu saja aku akan memanfaatkan Lim untuk menghancurkan Parker dan juga pemerintah Askoriwimi. Tapi aku tidak patut memikirkan hal itu. Valen sudah mati, begitu juga dengan ilmunya. Yang harus kupikirkan sekarang adalah bagaimana cara membereskan Parker yang menyerang dari jarak jauh dalam waktu sesingkat-singkatnya dan menyelamatkan AVRO. Maka kucabut pedang Bintang Merah dari dada Lim, sehingga jasadnya jatuh ke tanah. Aku terbang dengan cepat ke arah Parker. Aku ingin menebasnya dengan kecepatan tinggi dan mengakhiri pertarungan ini. Tapi rencanaku tidak berjalan semulus apa yang kupikirkan. Sembari aku terbang mengejarnya, ia juga terbang mundur dengan kecepatan yang cukup tinggi dan terus menembakkan panahnya ke arahku. Lama kelamaan aku mulai kesulitan menangkis dan menghindari hujan panah ini. Entah karena aku kelelahan atau memang keberuntunganku untuk menghindar sudah hilang. Aku sadar tidak semua panah itu berhasil kuelakkan atau kutangkis. Tiga anak panah yang dilepaskan dari crossbow itu akhirnya mengenai mangsanya. Di bahu kananku bersarang satu, di paha kiriku bersarang dua. Karena aku terbang sangat cepat, jantungku pun memompa darah dengan sangat cepat. Maka tentu saja darah segar yang keluar dari luka-luka itu mengalir dengan sangat cepat. Aku terus berusaha mengejarnya. Tapi tubuhku sudah tidak sejalan lagi dengan tekadku. Aku terbang semakin lambat, semakin rendah, semakin mendekati tanah, dan akhirnya jatuh tersungkur.

Kepalaku pusing. Mataku berkunang-kunang. Pandanganku redup. Lidahku kelu. Tubuhku gemetar, dingin, tak dapat digerakkan. Kesimpulan yang bisa kuambil, aku kehilangan terlalu banyak darah. Walaupun demikian aku dapat mendengar suara teriakan penuh kemenangan dari atas.
“Hahaha, akhirnya aku dapat melukaimu! Tapi kau sungguh keterlaluan, hampir semua anak panah yang kumiliki habis! Untung aku masih memiliki satu lagi, yang sepertinya memang ditakdirkan untuk mengirimmu ke neraka!” sorak Parker.
Aku mengumpulkan segenap tenaga yang tersisa. Aku bisa mendengar dengan jelas, ia hanya memiliki satu lagi anak panah. Ya, hanya satu! Jika aku bisa menghindarinya, maka aku masih punya kesempatan untuk hidup. Tapi jika tidak, maka panah itu akan menjadi saksi bisu kematianku. Aku tak punya pilihan, aku harus hidup! Panah itu tak boleh membunuhku! Akan tetapi, darah ini mengucur semakin deras. Aku semakin tak berdaya. Aku benar-benar tidak bisa lagi menguasai tubuhku.
“Aku ingin memberikanmu kesempatan untuk mengucapkan kata-kata terakhir, tapi aku yakin kau tak mampu lagi bicara. Sudahlah, simpan saja kata-kata itu di hatimu!” teriak Parker.

Dia benar-benar serius dengan ucapannya. Satu anak panah terakhir itu melesat dari laras crossbow. Aku benar-benar tak bisa bergerak. Semua tenaga yang kukumpulkan barusan sirna. Ya, aku tamat! Aku tidak bisa memberitahu rencana jahat pemerintah kepada rekan-rekan AVRO. Konsekuensinya, AVRO akan turut binasa malam ini juga. Hanya tinggal sepersekian detik sebelum panah itu benar-benar membunuhku. Tapi dalam sepersekian detik itu juga, aku bisa merasakan sesuatu yang besar bergerak sangat cepat ke arahku. Dalam sekejap mata, sebuah pedang besar berwarna hitam berayun ke arah anak panah itu. Anak panah yang malang itu pun terpental dan patah dalam kondisi yang mengenaskan. Samar-samar aku bisa melihat pedang hitam itu. Tak salah lagi, itu pedang Naga Hitam.
“Fea, bertahanlah sebentar saja!” seru Gudi.
Aku hanya diam mendengarkan suara itu. Tak ada sedikitpun yang dapat kulakukan untuk merespon. Setelah itu semua berlangsung dengan sangat cepat. Gudi terbang ke arah Parker dan memenggal kepalanya dalam satu kali tebasan. Setelah tugasnya selesai, ia menghampiriku.
“Kondisimu terlalu parah. Kau begitu kelelahan dan kehilangan banyak darah. Sepertinya lawan yang kau hadapi cukup tangguh,” ujar Gudi.
Dia merobek sebagian bajuku untuk dijadikan pengikat lukaku agar berhenti. Setelah itu dia mengeluarkan sebuah botol kecil yang berisi semacam cairan berwarna merah darah.
“Minumlah, kau akan merasa lebih baik.”

Aku meminum cairan yang pekat seperti darah itu. Tidak berapa lama aku merasa tenagaku kembali. Rasa sakit yang kualami juga berkurang.
“Minuman apa ini?” tanyaku heran.
“Jus buah gogo, obat segala penyakit. Buah ini hanya tumbuh di gunung Goma. Tidak banyak orang yang mengetahui tentang buah ini, termasuk warga Askoriwimi sendiri.”
“Kenapa kau ada disini?” tanyaku lagi.
“Aku merasa ada keributan di sekretariat, karena itu aku menuju kesana. Sesampai disana, aku melihatmu terbang mengejar Parker yang terus menembakimu. Karena itu aku mengejar kalian berdua. Tapi kalian terbang terlalu cepat, aku sampai tak sanggup mengejarnya,” jelasnya.
Aku kemudian menceritakan rencana pemerintah kepada Gudi. Setelah aku selesai bercerita, Gudi menjawab dengan tenang.
“Sudah kuduga, pemerintah berencana untuk membinasakan organisasi kita. Tenang saja, aku dan Letu sudah memperkirakan hal ini akan terjadi. Karena itu aku telah membuat suatu rencana untuk mengantisipasinya!” jawabnya mantap.

to be continued

Chapter 20: Spies of Government

Aku hampir tidak bisa mempercayai kata-kata Nio barusan. Sebelumnya aku sama sekali tidak menyimpan kecurigaan kepada pihak pemerintah. Bagiku pemerintah itu adalah atasan AVRO, sehingga tidak mungkin mereka mempunyai niat untuk mencelakakan AVRO. Kami tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan pemerintah.
“Kau bercanda kan?” tanyaku.
“Tidak! Aku mendapatkan informasi ini dari temanku yang bekerja di pemerintahan. Dia orang yang cukup kupercaya, jadi dia tak mungkin membohongiku,” jawab Nio.
Aku terdiam. Tidak ada kebohongan yang tergambar dari wajah Nio.
“Apa alasan pemerintah melakukannya?” tanyaku.
“Seperti yang kau tahu, sejak perang satu bulan yang lalu, popularitas AVRO begitu meningkat di kalangan warga Askoriwimi. Pemerintah mengkhawatirkan kepercayaan warga terhadap pemerintah akan memudar, sehingga suatu saat bisa saja AVRO melakukan kudeta pemerintahan dan kudeta itu didukung oleh segenap warga Askoriwimi.”
“Sepertinya alasan itu tidak masuk akal.”
“Begitulah. Sekarang beritahukan hal ini kepada AVRO agar rencana ini dapat digagalkan.”

Aku mengerti apa yang harus kulakukan. Mencegah lebih baik daripada mengatasi. Meskipun kalau hal itu tidak menjadi kenyataan, sekurang-kurangnya aku sudah melakukan tindak waspada terhadap bahaya.
“Terima kasih, Nio,” ujarku.
Aku segera terbang menuju sekretariat. Sebenarnya aku tidak yakin apakah masih ada Vog yang masih berada di sekretariat atau tidak. Tapi setidaknya aku berusaha dulu untuk menyampaikan berita penting ini. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk sampai di sekretariat. Celakanya, tidak ada satu orang pun yang ada di tempat ini.
“Apa yang harus kulakukan,” gumamku.
Sebelum benar-benar bingung, aku menyadari lampu putih dari mercusuar yang selalu dihidupkan di sekretariat setiap malam. Cahaya putih yang berputar-putar menerangi sekeliling desa sebagai simbol sebuah sekretariat pasukan keamanan resmi di desa tersebut. Aku segera memasuki ruang kontrol mercusuar. Tidak ada satu orang pun yang berjaga disini. Benar-benar sebuah kejadian yang langka dimana semua anggota AVRO pulang ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan diri menghadiri sebuah jamuan makan malam dari pemerintah yang sebenarnya hanya merupakan sebuah kamuflase untuk mengakhiri mereka semua. Tanpa pikir panjang aku mengganti warna lampu mercusuar tersebut dengan merah. Dengan ini aku akan berhasil mengumpulkan kembali semua anggota AVRO ke sekretariat.

Tapi aku merasa ada sesuatu yang janggal. Aku sangat yakin telah mengganti warna lampu mercusuar tersebut. Namun pemandangan yang kulihat berlawanan dengan keyakinanku. Lampu itu tetap saja bersinar putih, tanpa ada warna merah sedikit pun yang terpancar. Aku mengulangi penggantian warna itu sampai tiga kali, tapi tetap tidak ada perubahan. Mungkinkah ada orang pemerintah yang memperhatikan gerak-gerikku ini? Atau yang lebih buruk lagi, adakah pengkhianat di dalam AVRO sendiri? Aku akhirnya berkeputusan untuk mencari Gudi sesegera mungkin. Aku harus melaporkan semua kejanggalan ini kepadanya.

Ketika aku keluar dari ruang kontrol mercusuar, aku menyadari ada sesuatu yang sangat cepat melesat ke arahku. Untung aku menyadari hal itu dan menghindarinya. Kuperhatikan benda itu adalah sebuah anak panah yang dilesatkan dengan sengaja untuk mencelakakanku. Di luar begitu gelap, sehingga aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa orang yang menyerangku barusan. Tapi aku bisa melihat bayangannya di balik kegelapan itu. Satu-satunya hal yang aku yakini, dia terbang. Dan yang sangat aku ketahui, satu-satunya makhluk bersenjata yang bisa terbang di desa ini hanyalah Vog. Maka aku pun terbang untuk mengejar orang itu. Ketika di udara, aku bisa melihat lebih jelas karena ada bantuan penerangan dari cahaya mercusuar. Sekali lagi sebuah panah melesat ke arahku. Beruntung aku masih bisa menghindarinya walaupun panah itu hanya meleset sekitar sepuluh sentimeter dari sayap kiriku. Aku akhirnya bisa mengetahui siapa orang yang menyerangku. Dia adalah Parker, Vog yang baru bergabung dengan AVRO seminggu setelah perang berakhir yang bekerja sebagai petugas kontrol mercusuar. Di tangannya terdapat sepucuk crossbow yang digunakannya untuk menyerangku. Bisa kupastikan ia adalah mata-mata pemerintah yang ditugaskan untuk memantau aktivitas kami.
“Parker, ternyata kau orang pemerintah!” seruku.
“Hahaha, kenapa kau baru menyadari hal itu, Fea? Sebagai kepala bidang hubungan masyarakat seharusnya kau menyadari hal itu sejak dulu. Aku bergabung dengan AVRO bukan karena keinginanku sendiri, tapi karena pemerintah membayarku untuk itu. Mereka menjanjikan kehidupan yang lebih layak untukku jika AVRO berhasil dihancurkan. Tentu saja aku tak menolak tawaran tersebut!” jawab Parker.
Aku hanya diam saja mendengarkan pengakuannya barusan. Ternyata masalah uang, sogok menyogok itu tidak pandang ras. Bahkan ras Vog yang menurutku begitu terhormat mau saja disogok oleh manusia.
“Aku tidak punya waktu banyak, aku harus segera memberitahu anggota AVRO tentang hal ini. Menyingkirlah dari hadapanku karena aku sedang tidak ingin menggunakan kekerasan saat ini,” ancamku.
“Menyingkir dari hadapanmu? Tentu saja aku tidak akan melakukan hal itu. Kau harus kuhabisi karena kau telah mengetahui rencana ini. Tidak akan kubiarkan kau pergi dari sini,” jawabnya.

Aku benar-benar tidak ingin berurusan dengan orang ini sekarang. Mengalahkannya mungkin akan menghabiskan waktu dan tenaga yang banyak. Lagipula, kuakui saat ini aku kalah kekuatan dengannya karena dia bersenjata, sedangkan aku tidak. Maka aku mengeluarkan segenap tenagaku untuk terbang secepat mungkin. Dia menghujaniku dengan panah-panah tajam dari crossbownya, tapi aku berhasil menghindari itu semua. Tiba-tiba saja aku melihat sesosok bayangan lain. Kali ini ia bergerak dengan sangat cepat ke arahku, mengayunkan senjata seperti pedang ke arahku. Dengan sigap aku menghindari serangan tiba-tiba itu dan berusaha untuk menendangnya. Sayang sekali, ia juga begitu sigap menghindari tendanganku. Di saat yang dramatis tersebut, kembali Parker menghujaniku dengan panahnya. Aku segera terbang di balik sebuah pohon yang besar untuk melindungi diri. Setelah serangan itu reda, aku kemudian melihat keadaan musuhku. Ternyata kali ini ada satu orang Vog lagi yang datang mengganggu. Ia adalah Lim, Vog yang juga bekerja di ruang kontrol mercusuar. Di tangannya terdapat sebuah pedang sepanjang satu meter yang siap menebasku kapan saja.
“Ada dua orang mata-mata sekarang,” ujarku.
“Tidak, kau salah! Sebenarnya ada lima orang dari kami yang merupakan orang bayaran pemerintah. Tiga orang lain sedang mengawasi gerak-gerik anggota AVRO lain!” seru Lim.

Situasi ini benar-benar tidak menguntungkan bagiku. Aku harus melawan dua orang Vog yang bisa menyerang dari jarak dekat dan juga jarak jauh. Sedangkan aku benar-benar tidak bersenjata saat ini. Melarikan diri menurutku juga percuma, karena aku tahu Lim memiliki kecepatan dan akurasi terbang yang melebihiku. Maka satu-satunya jalan aku harus melawan mereka. Tapi yang harus aku lakukan pertama adalah mengambil pedang Bintang Merah yang ada di dalam sekretariat. Aku memandangi sekretariat. Semua pintu terkunci, berarti aku harus menerobos masuk melalui jendela kaca. Masalahnya, aku harus mengatur timing yang tepat agar aku bisa masuk dengan selamat tanpa harus diserang oleh mereka berdua terlebih dahulu. Tapi sepertinya aku berpikir terlalu panjang, karena dengan cepat Lim terbang ke arahku dan kembali mengayunkan pedangnya. Ayunannya sangat cepat, tapi aku berhasil menghindari itu semua. Aku lalu ingat bahwa Parker bukanlah seorang pemanah yang hebat. Artinya, ia tidak mungkin menyerangku bersamaan dengan Lim, karena bisa saja panahnya meleset mengenai Lim. Maka aku bisa fokus untuk menghindari ayunan pedang dari Lim. Aku mengumpannya untuk menyerang pohon di belakangku. Umpan itu sukses, untuk beberapa saat pedang itu menancap kuat di pohon besar itu sehingga sulit untuk ditarik kembali. Maka dengan kecepatan penuh aku melesat menuju jendela kaca sekretariat. Hujan panah yang kembali diluncurkan Parker dapat dengan mudah kuhindari semua. Akhirnya aku berhasil menerobos jendela kaca tersebut hingga kacanya pecah berderai-derai di lantai. Tanpa pikir panjang aku segera mengambil pedang Bintang Merah yang terpajang dengan begitu gagah di dinding. Tepat ketika pedang itu tergenggam kuat di tanganku, aku menyadari Lim telah mencabut kembali pedangnya dan terbang dengan sangat cepat ke dalam sekretariat melalui jendela yang kupecahkan tadi. Ia kembali mengayunkan pedangnya ke arahku, kali ini jauh lebih cepat. Maka aku pun juga mengayunkan pedang Bintang Merah untuk menangkis serangan darinya. Kedua pedang kami beradu dengan sangat kuat sehingga menimbulkan suara lentingan yang memekakkan telinga.
“Pertarungan baru saja dimulai!” seruku mantap.

to be continued

Quote dari Lagu

Beberapa lagu memiliki quote-quote yang bagus di dalamnya. Nah, kali ini saya melakukan sebuah survey melalui 2 jejaring sosial (plurk, facebook, sebenarnya twitter iya juga, tapi gagal -_-) tentang quote apa saja yang disukai oleh pengguna jejaring tersebut. Langsung saja deh!

Mereka yang dari plurk, berkata...

"Maybe the children of a lesser God Between heaven and hell"
Kings and Queens - 30 Seconds to Mars
(egamaker)

"Let it be"
The Beatles - Let It Be
(bakasam הילמן)

"I hear Jerussalem bells are ringing, Roman cavalry choirs are singing"
Coldplay - Viva la Vida (bakasam הילמן)

"You're save in my heart and my heart will go on and on"
Celine Dion - My Heart Will Go On (Odlaver)

"Nothing's gonna change my love for you"
George Benson - Nothing's Gonna Change My Love For You (BAKASAM™ imau)


Mereka yang dari facebook, berkata ...

"Jika tua nanti kita tlah hidup masing masing ingatlah hari ini"
Project Pop
- Ingatlah Hari Ini (Alivia Seftin Oktriwina)

‎"We got to move this microwave oven, custom kitchen delivered"
Dire Straits
- Money for Nothing (Giovann Hanif Fauza)

"To be rock and not roll"
Led Zeppelin
- Stairway to Heaven (Giovann Hanif Fauza)

‎"Don't waste your time or time will waste you"
Muse - Knights of Cydonia
(Vino Tri Mulia)

"There's just too much that time cannot erase"
Evanescene
- My Immortal (Asri Faizun)

"Pitih dapek dicari, budi jan dibali, cinto ka datang juo"
Vanny Vabiola - Cinto Jan Dibali
(Nurul Ilma)

"Never mind I'll find someone like you"
Adele - Someone Like You
(Dimas Mahendra)

"Man jadda wa jada"
Yovie n Nuno
- Man Jadda wa Jada (Gema Asrida)

"And now I try hard to make it. I just want to make you proud"
Simple Plan - Perfect
(Nurul Ilma)

‎"Semoga kita selalu menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan"
Sheila on 7
- Sebuah Kisah Klasik (Vino Tri Mulia)

‎"'cause the hardest part of this is leaving you"
My Chemical Romance - Cancer (Vino Tri Mulia)

"But I set fire to the rain"
Adele
- Set Fire to the Rain (Dimas Mahendra)

"DELI-DELI DELICIOUS de itadakimasu"
Sea A -
Deli Deli Delicious (Asri Faizun)

‎"Tiada yang salah, hanya aku manusia bodoh"
Ada Band
- Manusia Bodoh (Vino Tri Mulia)

"I'm not colorblind, I know the world is black and white"
John Mayer
- Stop the Train (Ayeshadira Putri)

‎"Fly away tooku e, hikaru rocket uchi agerunda! (LET’S GO TOGETHER!!)"
Sea A - Dream Shooter
(Asri Faizun)

"I love youuu I need youuu I want youuu heavy rooteshoon"
Jkt48
- Pocari (Nurul Ilma)

"But I know I had the best day with you today"
Taylor Swift
- The Best Day (Annisa Amalina)

"Ano hi ano toki deawanakereba ima no bokura wa kitto inai ne"
Wada Kouji - Bokura no Digital World (Firlando Riyanda)

‎"And since we've no place to go, Let It Snow! Let It Snow! Let It Snow!"
Let It Snow
(Pelangi Puteri)

"Sometime solutions aren't so simple, sometimes goodbye's the only way"
Linkin Park
- Shadow of the Day (Afdhal Aulia)

"'cause I want it now, I want it now. Give me your heart and your soul"
Muse - Hysteria
(Muhammad Faisal Aziz)

"Konna ni omotte iru Jikan wa tomatte kurenai"
Yui - Love and Truth
(Muhammad Faisal Aziz)

"If it a dream, now wake me up. If it a real, just kill me"
X-Japan - Art of Life
(Shaki Septiadi P)

"Kowaresou dakara kanawanu omoi nara semete karetai"
L'Arc en Ciel - Flower (Egia Mulya Baskara)


Nah, bagaimana dengan kamu?