Galau, Apakah Itu?

Pertama, sebelum memulai segalanya, mari kita membaca nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dahulu. Kedua, sebelum memulai postingan ini, perlu ditekankan bahwa saya membuat postingan ini bukan karena saya lagi galau, tapi saya melihat status-status galau milik orang lain di facebook dan entah kenapa jadi terlintas ide buat ngadain survey ini. Survey diambil dari tiga jejaring sosial terbesar menurut saya pribadi yang diadakan pada malam hari di tanggal 24 Oktober 2011. Siap untuk melihat hasilnya? Here they are!

WARNING: Nama-nama yang digunakan disini adalah display name (facebook) dan ID (plurk dan twitter)


Mereka yang dari facebook, mengatakan bahwa galau itu ...

... antara hatiku dan hatimu tidak bertemu.. (Muhammad Fauzan Azmy)

... NYESEK (Harry Andiga)

... keraguan yg berujung pada kefrustasian (Fakhri Fadhil ファクリ ファディル)

... KETIDAKTENANGAN HATI (Harry Andiga)

... perasaan gak menentu (Muhammad Faisal Aziz)

... ketika ekspektasi dan kenyataan tidak selaras (Muhammad Iffan Hannanu)

... ketika kamu dan aku tak dapat bersatu.. :3 (Angelia Primanisa)

... temannya dilema, risau, belenggu (Nahlia Pertiwi)

... kebiasaan saya kalo gak ada kerjaan (Muhammad Faisal Aziz)

... suatu penantian nilai UTS..XD (Mas Iim)

... pas liat nilai uts,mat 80 =,= (Muhammad Faisal Aziz)

... antaro itb/ui/ugm... #versi anak es em a kelas duo baleh hahaa (Muhammad Irsyad)

... galau banget. galau mau bikin definisi galau. itu lah galau. oke sekarang aku bener bener galau -___- (Fiqi Decroli)

... kayak muntah. kalau ditahan ga enak, dikeluarin nantinya baikan. #jorok (Nabila Ridwan)

... suram , klw dibiarkan wajahnya jd seram , dari pada dilaiat mending meram , klw dilihat mata jd buram (Hafiz Denasputra)

... gue. gue itu galau. kita semua sama sama galau. pecahkan saja galaunya biar ramai #lho (Riza Rahma Putri)

... Disaat semua suasana berubah drastis , semuanya serasa gelap , lelah akan kehidupan ini , tidak ada yang peduli dalam kehidupan ini , bayangan adalah satu"nya sahabat sejati , air mata sebagai teman sesaat , lagu satu"nya penghibur sekaligus penyiksa , terikat oleh rantai bayangan yang tidak mau lepas #suram #pengalaman (Muhammad Rayyan)

... gejolak dalam hati, kita jadi ga tau harus gimana (Asri Faizun)

... kentut. antara dikeluarkan, atau ditahan saja. #eh (Fiqi Decroli)

... segala sesuatu yang berakhir dengan bunuh diri (Shaymin Forevo)

... keadaan kita pengen sharing ama seseorang tapi gak ada yang mau dengerin (Dimas Mahendra)

... perasaan seseorang yang ditinggalin.. campuran sedih dan kesal. pingin ngeluarin semua cerita tapi ga tau mau ngomong apa. bisa murung berhari hari~~ (Shahananda Selly)

... saat perasaan yang kacau mulai mfhasilkan frekuensi2 yang berbeda yg berinteferensi dan mghasilkan perasaan lain yang amplitudony lbih besar. tingkat kegalauan seseorang brbanding lurus dengan perbuatan yang dilakukannya. dan ada konstanta galau. yg dlambangkan dgn "L". *kalau pkai "G" om hendri cavendis nanti marah. dan juga efek doppler bisa dimasukkan dalam galau. orang galau akan lebih galau saat dekat sgn org yg digalaukan. dan mnjadi tidak galau saat jauh. berlaku jg sbaliknya. (Egia Mulya Baskara)

... sekali galau, semua jadi galau (Mhicya Utami Ramadhani)


Mereka yang dari plurk, mengatakan bahwa galau itu ...

... galau (@giovann)

... bikin pengen gini -> (@faisalaziz)

... merasa waras -,,,- (@hanifluvsmandoe)

... hani (@miyayo)

... vino (@faisalaziz)

... saat dimana guru les mat mu lupa kalo waktu les udah abis (@FarisaDwidaraYunofa)

... (@Fheez128)

... (@TARIS_thedoubleH)


Mereka yang dari twitter, mengatakan bahwa galau itu ...

... hal yang bikin kesel setengah mati (@faisalfl29)

... orang galau itu memiliki kreativitas dan imajinasi otak yang tinggi (@amidimed)




Lalu, apakah galau itu, menurut kamu?

Chapter 18: The Real Genius

Dari seratus Vog yang dijadikan zombie, aku menyadari bahwa enam belas diantaranya adalah Vog yang gugur dalam pertempuranku sebelumnya. Orang-orang yang semasa hidupnya merupakan kawan sekarang harus menjadi lawan ketika mereka telah mati. Mengalahkan zombie Vog lebih sulit daripada mengalahkan zombie manusia biasa. Ini dikarenakan secara fisik Vog lebih kuat dibandingkan manusia biasa. Selain itu mobilitasnya juga lebih tinggi karena mereka bisa terbang.

“Zombie Vog ini hanya memiliki senjata jarak dekat. Jadi, pasukan darat fokuskan untuk menyerang mereka. Sementara itu, pasukan udara tetap fokus untuk menyerang zombie-zombie di darat. Jalankan instruksi!” seru Gudi.

Kami menjalankan instruksi yang diberikan Gudi. Pasukan udara terus menembakkan panahnya ke arah zombie di darat, sedangkan pasukan darat terbang dengan cepat ke arah zombie Vog. Aku bersiap untuk mengayunkan pedangku ke arah salah satu zombie Vog. Ketika timingnya telah pas, aku segera mengayunkannya sekuat tenaga. Akan tetapi, ia mengelak dengan begitu cepat. Dalam keadaan itu, tiba-tiba aku menyadari ada sesuatu yang terbang dengan sangat cepat ke arahku. Ternyata itu zombie lain, yang juga bersiap mengayunkan pedangnya ke arahku. Aku menangkis tebasannya dengan pedangku. Tapi karena kecepatannya yang luar biasa, serangan itu membuatku terpental.

“Hati-hati! Mereka tidak memiliki rasa lelah, jadi mereka bisa terbang dengan kecepatan tinggi tanpa henti!” seru Gudi.


Pertempuran di udara ini cukup sulit. Hanya beberapa zombie Vog yang berhasil dilumpuhkan. Ada yang terpenggal kepalanya, ada juga yang kehilangan sayap sehingga tidak bisa terbang lagi. Dari pasukan AVRO sendiri juga banyak korban yang berjatuhan. Ada yang mati terkena tusukan panah, mati tertebas, dan ada juga yang didorong ke tanah oleh zombie Vog lalu dihabisi oleh zombie manusia yang telah menunggu di bawah. Sementara itu, aku melihat Valen menghampiri Vog yang gugur. Dia seperti melakukan sesuatu kepada mayat itu, tapi aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Ketika ia selesai dengan satu mayat, ia menghampiri mayat yang lain. Sungguh mengejutkan, mayat-mayat yang dihampirinya bangkit kembali. Ternyata ia langsung menjadikan Vog itu zombie. Dengan cepat, zombie-zombie baru itu terbang ke arah pasukan pemanah AVRO untuk menyerang mereka. Hal ini menimbulkan kekacauan dalam pasukan pemanah. Mereka tidak mempunyai pertahanan yang cukup, sedangkan serangan yang mereka lancarkan tidak akan menghentikan gerakan zombie Vog itu.

“PASUKAN, MUNDUR!” teriak Osen.


Pasukan pemanah terbang dengan cepat menjauhi zombie Vog baru itu. Akan tetapi, zombie ini terbang dengan kecepatan yang melebihi kecepatan mereka. Beberapa Vog yang kalah cepat harus mati di tangan zombie-zombie itu. Karena pasukan pemanah AVRO telah mundur, pasukan pemanah zombie pun mengarahkan sasarannya kepada pasukan AVRO yang lain. Keadaan ini membuat pasukan AVRO semakin terdesak.

“Bagaimana Letu? Apa yang akan kau lakukan dalam keadaan ini? Ayo, buktikan kepadaku kalau kau memang seorang yang jenius!” tantang Valen.

Letu terdiam mendengarkan tantangan itu. Tapi dia tidak terlihat sedang berputus asa. Sepertinya ada sesuatu yang sedang dipikirkannya.

“Kenapa kau diam Letu? Apa kau tidak bisa mengatasi keadaan ini? Jika memang benar begitu, sepertinya aku telah salah menilaimu! Kau bukanlah seorang jenius! Aku jauh lebih jenius darimu! Aku adalah pemimpin zombie-zombie ini, sedangkan kau hanyalah seorang bawahan dari sebuah organisasi yang lemah!” caci Valen.

“Valen, aku tidak peduli kau mau menyebutku seorang jenius atau bodoh. Aku juga tidak peduli kau mau memanggilku bawahan, orang lemah, atau cacian lainnya. Tapi bagiku, kau tetaplah orang gila. Aku bahkan heran kenapa aku pernah bersahabat dengan orang sepertimu,” ucap Letu.

“HAHAHA! Sekarang kita impas! Kau menyebutku orang gila, dan aku menyebutmu orang bodoh! Sekarang, siapakah yang akan jadi pemenang? Orang gila atau orang bodoh? Kau lihat keadaannya sekarang, orang gila telah berhasil menjalankan sebuah strategi yang membuat orang bodoh kehabisan akal!” balas Valen.

Letu hanya tersenyum kecil mendengarkan itu. Kemudian wajahnya menjadi serius kembali.

“Kapten, aku mohon maaf, karena aku telah bertindak di luar instruksi. Sebenarnya aku telah menyiapkan sebuah strategi lain, tapi aku tidak memberitahunya kepadamu. Aku bahkan memerintahkan beberapa orang Vog untuk keluar dari strategimu agar bisa menjalankan strategi ini. Maaf aku telah bertindak lancang. Jika kau ingin menghukumku, silakan kau lakukan setelah perang ini,” ujar Letu kepada Gudi.

“Apa maksudmu? Kenapa kau melakukannya?” tanya Gudi.

“Karena menurutku hanya itu cara untuk menang dari orang ini,” jawab Letu.

Letu kemudian terbang dengan kecepatan tinggi menuju salah seorang Vog yang sedang memegang obor. Dia merebut obor dari tangan Vog itu, lalu menukik ke arah daratan. Sepertinya dia menukik ke arah salah satu lubang di tanah yang dibuat oleh zombie manusia penggali untuk menyerang dari dalam tanah. Ia lalu melemparkan obor itu ke dalam salah satu lubang, kemudian dengan cepat terbang tinggi kembali.

“Apa yang kau lakukan, Letu? Kau ingin membakar zombie manusia penggali hanya dengan menggunakan sebuah obor? Hahaha, buat apa kau melakukan itu! Kau sungguh bodoh!” ledek Valen.


Tiba-tiba terjadi sebuah ledakan yang sangat dahsyat dari dalam tanah. Ledakan ini jauh lebih besar daripada ledakan sebelumnya. Kami yang berada di udara pun terpental karena energi yang dilepaskannya. Ketika ledakan masih belum berakhir, muncullah sekitar enam puluh Vog yang memegang senjata pengikat di tangannya. Vog ini terbang ke arah zombie Vog, lalu menancapkan pengait senjata mereka berupa harpun ke tubuh zombie. Mereka lalu terbang memutarinya, sehingga tali pengikat mengitari tubuh zombie-zombie itu dan mengikat mereka dengan sangat kuat. Namun belum semua zombie Vog yang terikat. Maka kami yang masih memiliki kekuatan segera menghabisi zombie yang sedang lengah itu. Gudi terbang dengan kecepatan sangat tinggi dan mengayunkan pedang Naga Hitam ke arah sepuluh zombie Vog yang terpental berdekatan. Dalam satu kali ayunan, kesepuluh zombie ini kehilangan kepalanya. Aku juga tidak menyiakan-nyiakan kesempatan ini. Sekitar tujuh zombie yang ada di sekitarku lumpuh oleh tebasan pedang Bintang Merah. Beberapa Vog lain juga memanfaatkan kesempatan ini, sehingga seluruh musuh di udara berhasil diatasi.


Api dari kebakaran yang terjadi akibat ledakan besar itu memancarkan cahaya yang sangat terang, sehingga aku bisa melihat dengan jelas keadaan di bawah. Seluruh zombie hancur berantakan, baik yang berada di atas tanah maupun di bawah tanah. Valen sepertinya masih hidup, tapi terluka parah. Ia kehilangan kedua kaki dan tangan kanannya. Letu turun untuk menghampiri sahabat lamanya yang sekarat itu.

“Kau sudah lihat strategiku untuk menghadapi strategimu. Sekarang, apa kau masih punya strategi lain?” tanya Letu.

“Tidak, aku sudah tidak berdaya. Namun, izinkan aku untuk mengetahui strategi apa sebenarnya yang kau gunakan,” pintanya lirih.

“Aku sudah memprediksi bahwa kau juga akan menggunakan manusia penggali bawah tanah dan Vog sebagai zombiemu. Karena itu, enam puluh Vog yang melemparkan dinamit pada ledakan pertama, sebelumnya telah aku persenjatai dengan senjata pengikat. Secara rahasia, aku memerintahkan mereka untuk memasuki terowongan bawah tanah. Di bawah tanah, mereka meletakkan lebih banyak dinamit lagi. Aku yakin zombie-zombie ini hanya akan menuruti perintahmu untuk menyerang dari bawah tanah, sehingga mereka tidak akan mempedulikan dinamit-dinamit itu. Tujuanku melemparkan obor itu adalah untuk mengaktifkan seluruh dinamit di bawah tanah dan menimbulkan ledakan hebat. Sedangkan enam puluh Vog itu telah keluar dari bawah tanah dan menunggu ledakan pada suatu tempat yang aman. Begitu ledakan terjadi, mereka segera terbang untuk mengikat zombie Vog buatanmu. Sebenarnya aku melakukan sebuah kesalahan besar, yaitu bertindak di luar instruksi kaptenku,” jelas Letu.

“Strategimu terlalu beresiko. Kau beruntung saja berhasil menjalankannya. Tapi, kuakui strategimu itu luar biasa. Kau seorang jenius yang sejati,” akunya.

Letu terdiam sejenak. Ia lalu mengangkat pedangnya. Sepertinya ia ingin menghabisi Valen.

“Apa kau bisa menjadikan dirimu sendiri zombie?” tanya Letu.

“Sebenarnya aku bisa melakukan hal itu. Tapi kau lihat sendiri, kakiku sudah tidak ada. Meskipun aku menjadi zombie, tapi aku yakin akan dilumpuhkan dengan mudah.”

“Pertanyaan terakhirku, bagaimana cara kau membuat zombie?”

“Cukup aku yang mengetahui rahasia itu. Dengan kematianku, tidak akan ada lagi zombie di dunia ini. Jadi, aku tidak akan memberitahumu.”

Letu memahami apa yang diutarakan Valen. Karena tidak ada lagi yang ingin ditanyakannya, maka ia bersiap untuk mengakhiri pertempuran ini.

“Selamat jalan sahabatku,” ujar Letu.

Satu ayunan pedang memisahkan kepala Valen dari badannya, sekaligus menandakan berakhirnya pertempuran besar di Askoriwimi malam itu.


to be continued


Chapter 19: Annihilation Plan

Chapter 17: Old Friends Reunion

Pasukan AVRO saat ini berjumlah tujuh ratus empat puluh dua orang. Itu baru yang akan berangkat dari sekretariat. Enam puluh Vog lain masih berpatroli di seluruh penjuru desa untuk mengevakuasi warga. Sepuluh Vog mata-mata terbang di sekitar pasukan zombie itu untuk menganalisa keadaan. Tidak tahu apakah mereka masih aman atau sudah tertangkap oleh musuh. Delapan ratus dua belas Vog ini seluruhnya akan turun dalam peperangan menghadapi dua ribu zombie yang tidak bisa dilumpuhkan. Meskipun begitu, kami sudah mengatur strategi untuk menghadapi mereka. Satu-satunya cara yaitu dengan membuat mereka tidak bisa bergerak. Metodenya bisa dengan mengikat mereka, memenggal anggota gerak mereka, atau yang paling brutal, melemparkan dinamit sehingga tubuh mereka tercerai-berai. Karena pertempuran ini berlangsung di malam hari, maka kami membawa obor untuk penerangan.


Gudi memimpin pasukan besar ini. Dia bersenjatakan pedang Naga Hitam. Pedang tersebut berwarna hitam pekat, dengan ukiran naga pada kedua sisinya. Bobotnya mencapai sepuluh kilogram. Konon, pedang itu dapat memenggal sepuluh kepala musuh dalam sekali ayunan. Postur tubuh Gudi yang tinggi besar membuatnya cocok menggunakan pedang itu. Aku belum pernah melihatnya menggunakan pedang itu, sebab sejak pertama aku bergabung dengan AVRO, Gudi tidak pernah turun langsung dalam patroli maupun pertempuran. Inilah kali pertama aku melihat Gudi turun dalam pertempuran, sekaligus menggunakan pedang besar itu.

“KOMANDO AKU AMBIL ALIH! SEMUA PASUKAN, MAJU!” teriaknya memberikan komando.

Kami semua segera terbang dengan kecepatan tinggi menuju zombie-zombie itu. Ketika mendekati hutan raya, kami bertemu dengan salah satu Vog mata-mata.

“Mereka berada di arah selatan hutan ini!” lapornya.

“SEMUA PASUKAN, TERBANG KE ARAH SELATAN HUTAN RAYA!” teriak Gudi kembali.


Beratus-ratus manusia burung terbang dengan cepat ke arah selatan hutan raya. Dalam waktu singkat kami menemukan musuh. Sepuluh orang Vog mata-mata yang telah berada disini sebelumnya segera bergabung dengan pasukan.

“Apakah kau yang bernama Valen Norka?” tanya Gudi, kepada lelaki yang memimpin zombie.

“Hebat sekali. Kau pasti pimpinan AVRO. Darimana kau mengetahui namaku? Aku bahkan tidak memberitahu namaku kepada anak buahmu yang berhasil selamat dariku beberapa saat sebelum ini,” katanya tenang.

“Karena aku ada disini,” ujar Letu secara tiba-tiba.

Sejenak Valen memperhatikan sosok Letu. Kegelapan malam membuatnya tidak langsung mengenali sosok itu. Tapi sepertinya itu tidak berlangsung lama.

“Begitu rupanya. Kau masih tetap cerdas seperti dulu. Kau bahkan masih ingat tentang konsep pembuatan zombie yang hampir setiap hari kuceritakan dulu. Kau bilang aku gila, stres, memiliki kelainan jiwa, tapi aku tidak pernah membencimu. Tapi sekarang kau lihat, aku memiliki lebih dari dua ribu zombie disini. Aku bukanlah orang gila seperti yang kau bilang. Aku adalah jenius, sama sepertimu. Semua yang kurencanakan dulu telah berhasil kuwujudkan, Letu!” ujarnya.

“Aku benar-benar tidak menyangka kau tetap melanjutkan ide gilamu itu. Seharusnya dulu kau tidak dicakar beruang,” kata Letu.

“HAHAHA! Ternyata kau masih ingat penyebab munculnya ide itu! Kau benar-benar sahabatku!” ujarnya sambil tertawa keras.

Aku berusaha untuk memperhatikan pipi kanan Valen. Ternyata benar, terdapat tiga bekas luka cakaran yang cukup besar. Satu luka hampir mengenai matanya, sedangkan yang dua lagi mengenai sebagian kecil hidungnya.

“Beruang itu mencakar wajahku tanpa perasaan. Untung saja ayahku segera datang dan menghadapinya. Ia berhasil membunuh beruang itu meskipun ia mengalami pendarahan yang hebat. Namun pada akhirnya ia tetap mati kehabisan darah. Aku merasa berhutang nyawa kepadanya, sebab jika ia tidak segera datang, mungkin aku akan mati di tangan beruang itu. Muncullah ideku untuk menghidupkan ayah kembali. Namun kau justru mengatakan ideku itu gila. Sungguh kau tidak memiliki perasaan, Letu!” ujar Valen kembali.

“Bagaimana kau melakukannya, Valen?” tanya Letu.

“HAHAHA! Dulu kau menentang ideku ini, tapi sekarang kau malah menanyakan bagaimana caranya! Sungguh memalukan dirimu, Letu! Aku tidak akan memberitahumu bagaimana caraku menggerakkan mayat-mayat ini sesuai kehendakku. Mungkin kau tidak sepenuhnya salah, karena aku memang tidak mungkin menghidupkan mereka kembali. Tapi sekurang-kurangnya aku bisa menjadikan mereka sebuah mesin biologis yang selalu patuh dengan perintahku!” jawabnya.

“Aku malah berpikir kaulah yang tidak berperasaan, menggunakan mayat-mayat itu untuk menjadi pelayanmu. Sudahlah, hentikan pembicaraan ini. Kapten, kuserahkan kepadamu!” ujar Letu.

“PASUKAN, JALANKAN RENCANA A-1!” seru Gudi.


Sebagian Vog yang bersenjatakan pedang, pisau, tombak, kapak, dan gada berlari dengan cepat ke arah zombie tersebut. Sebagian Vog lain yang bersenjatakan panah dan crossbow terbang untuk melakukan penembakan dari udara. Pasukan di darat dipimpin langsung oleh Gudi, sedangkan pasukan di udara diwakili oleh Osen Iku, seorang Vog bersenjatakan crossbow yang cukup terlatih.

“Zombie, serang mereka!” perintah Valen kepada zombie-zombienya.

Zombie-zombie bersenjatakan pedang, pisau, tombak, kapak, dan gada segera berlari menuju pasukan darat AVRO. Zombie-zombie yang bersenjatakan panah dan crossbow terbagi atas dua kelompok. Satu kelompok mengarahkan sasarannya ke arah pasukan darat, kelompok lain mengarahkan sasarannya ke arah pasukan udara. Aku yang tergabung ke dalam pasukan darat, melakukan terbang rendah untuk menambah kecepatanku. Dengan kecepatan tinggi aku mengayunkan pedang Bintang Merah ke leher seorang zombie. Pedangku berhasil melewati lehernya, membuat kepalanya terpisah dari badannya. Tidak puas hanya dengan satu zombie, aku kembali menebas zombie-zombie lainnya. Sebanyak lima zombie berhasil kupenggal kepalanya. Tiga zombie lain kutebas tangannya, sedangkan satu zombie kehilangan kakinya. Aku memerhatikan reaksi dari mereka. Zombie yang terpenggal kepalanya tidak bisa menggerakkan tubuhnya lagi, hanya saja mata mereka masih bisa berkedip layaknya orang hidup. Sedangkan zombie yang terputus anggota tubuh kecuali kepalanya, masih bisa menggerakkan anggota tubuh yang lain. Aku mengambil kesimpulan, mereka masih sama seperti manusia biasa. Seluruh aktivitasnya dikendalikan oleh otak. Di tengah berlangsungnya pertempuran, terdengar teriakan dari atas.

“PASUKAN, JALANKAN RENCANA A-2!” teriak Osen.

Kami yang sedang bertempur di darat, dengan cepat terbang menjauh dari mereka. Kami meninggalkan zombie-zombie yang sedang terpusat di tengah medan pertempuran. Tiba-tiba dari segala penjuru muncul enam puluh Vog yang terbang dengan kecepatan tinggi. Mereka semua membawa dinamit di tangannya. Lalu secara ganti berganti mereka menjatuhkan dinamit-dinamit itu tepat di atas kumpulan zombie itu. Enam puluh ledakan dinamit ini cukup efektif untuk mengurangi jumlah zombie tersebut. Sekitar lima ratus zombie tercerai-berai akibat ledakan ini. Tapi serangan belum selesai. Pasukan darat melakukan terbang rendah berkecepatan tinggi untuk menyerang zombie-zombie yang selamat dari ledakan itu. Memanfaatkan kebingungan yang dihasilkan ledakan itu, kami dengan mudah menebas sekitar empat ratus kepala zombie.

“Berhasil! Kita mengurangi hampir setengah jumlah musuh!” sorakku.


Pertempuran kembali dilanjutkan. Beberapa orang Vog gugur dalam pertempuran ini. Tapi jumlahnya masih terlalu kecil bila dibandingkan dengan jumlah zombie yang berhasil kami lumpuhkan. Dalam keadaan seperti itu, Valen masih menunjukkan ekspresi yang tenang. Ia terlihat seperti sudah mempunyai solusi untuk mengatasi masalah yang dialaminya.

“Strategi yang bagus. Kalian memberikanku kejutan yang menarik, sehingga bisa menghabisi hampir setengah dari jumlah pasukanku. Aku berikan apresiasi yang tinggi untuk itu,” ujar Valen.

Aku mendengar ucapannya itu. Dia bahkan memberikan apresiasi kepada lawannya di dalam kondisi yang sangat terdesak itu.

“Dalam hidup, apabila kita menerima sesuatu, maka kita juga harus memberi kan?” ucapnya sambil tersenyum, tentu saja dengan suatu aura negatif.

Letu sepertinya menyadari maksud dari ucapan Valen. Tiba-tiba ekspresinya berubah menjadi tegang.

“Mungkinkah, ia sudah meramalkan kejadian ini?” gumam Letu terbata-bata.

“Zombie, jalankan rencana B!” seru Valen.

Tidak ada yang berubah setelah instruksi itu diberikan. Zombie-zombie itu tetap bertempur seperti sediakala. Tapi tiba-tiba muncul pisau-pisau dari bawah tanah. Pisau itu melukai kaki Vog yang sedang bertempur di darat. Akibatnya, Vog yang terluka menjadi lengah dan zombie di darat mengalahkannya dengan mudah. Gudi menyadari kondisi ini tidak baik bagi pasukan darat.

“SEMUA PASUKAN DARAT, TERBANG SEKARANG JUGA!” teriak Gudi.

Kami yang ada di darat segera terbang dan bergabung dengan pasukan udara. Valen kembali tersenyum dingin karena rencananya berjalan lancar.

“Kalian pikir aku hanya mempunyai dua ribu zombie? Aku masih punya zombie lain! Di bawah tanah, aku memiliki sekitar seratus zombie yang kubuat dari mayat penggali terowongan. Sedangkan di udara, aku mempunyai seratus lagi,” ujarnya.

Tiba-tiba dari dalam hutan terbanglah seratus orang Vog dengan ekspresi yang dingin. Dapat dipastikan bahwa mereka adalah zombie.

“Ia juga membuat zombie dari kalangan Vog! Orang ini benar-benar gila!”


to be continued


Chapter 18: The Real Genius

Chapter 16: Letu's Explanation

Dua ribu zombie itu mulai bergerak ke arah kami. Aku menyadari keadaan ini sangat merugikan bagi kami. Pertama, dari segi jumlah jelas kami kalah jauh. Kedua, zombie-zombie yang baru muncul tersebut memiliki persenjataan yang lebih lengkap dibandingkan sebelumnya. Ketiga, mereka tidak bisa mati, sedangkan kami bisa. Pandanganku kembali tertuju kepada lelaki yang mengendalikan zombie-zombie itu. Dia bahkan belum memperkenalkan siapa dirinya, selain hanya mengakui bahwa dialah yang mengirim surat ancaman tersebut. Tapi ini bukan waktunya untuk memikirkan semua itu. Aku tidak punya pilihan lain, selain mundur untuk saat ini.

“SEMUANYA, MUNDUR!” teriakku.

Kami segera membentangkan sayap untuk bersiap terbang. Namun, lelaki itu sepertinya telah siap mengantisipasi apapun yang akan kami lakukan.

“Pasukan pemanah, jangan biarkan mereka kabur!” perintahnya.

Sekitar tiga ratus zombie pemanah mengarahkan sasarannya kepada kami. Mereka benar-benar mematuhi apa yang diperintahkan lelaki itu tanpa membantah sedikitpun. Panah-panah pun terlepas dari busur yang mereka pegang, melesat dengan sangat cepat ke arah kami.

“Aaaarrrrggghhhh!”

Panah itu tepat mengenai salah seorang Vog. Ternyata tidak hanya selesai sampai disitu. Beratus-ratus panah yang melesat itu mengenai lima belas orang Vog lain. Aku beserta tiga orang Vog lain yang masih selamat, mengerahkan segenap kekuatan untuk terbang secepat mungkin dari tempat itu. Beruntung kami berhasil melarikan diri dari tempat itu.


Setelah kami merasa sudah cukup jauh dari mereka, kami mengurangi kecepatan terbang. Kami harus menemukan Vog lain untuk memberikan informasi tentang zombie-zombie itu kepada mereka. Saat sedang terbang, aku menyadari ada Vog lain yang terbang menghampiri kami.

“Kemana kalian? Dimana yang lain?” tanya Vog itu, yang ternyata adalah Letu.

“Empat orang Vog aku perintahkan untuk mengungsikan empat orang penduduk dari hutan raya. Sedangkan enam belas orang lain, sudah gugur,” jawabku.

“Gugur? Apa maksudmu? Kau sudah menemukan pengirim surat ancaman itu?” tanya Letu lagi.

“Sudah, dan mereka adalah suatu kelompok besar.”

“Berapa orang dari mereka?”

“Sekitar dua ribu orang, dan mereka bukan orang biasa.”

“Siapa mereka?”

“Mereka adalah zombie. Mereka tidak bisa mati. Bahkan mereka tidak merasakan sakit dan lelah sedikitpun.”

Letu terdiam. Sepertinya dia bukan diam karena tercengang, tapi karena ada sesuatu yang muncul di pikirannya.

“Fea, kita harus kembali ke sekretariat! Semua pasukan harus ditarik mundur. Ada sesuatu yang ingin kusampaikan kepada mereka semua!” seru Letu.

Aku menyetujui rencananya. Meskipun ia adalah anggotaku di bidang hubungan masyarakat, namun aku tahu bahwa dalam keadaan ini ia lebih berkapasitas dibandingkan denganku. Maka kami berlima terbang menuju sekretariat AVRO.


Tak lama kemudian kami sampai di sekretariat. Letu segera menghampiri mercusuar yang berada di sebelah barat sekretariat tersebut. Mercusuar setinggi sepuluh meter itu selalu menyala pada malam hari, dengan cahaya lampu berwarna putih. Selain sebagai pemandu jalan ke sekretariat di malam hari, mercusuar itu sendiri sebenarnya memiliki isyarat rahasia yang hanya dimengerti anggota AVRO. Pada mercusuar itu terdapat dua jenis lampu, yaitu lampu bercahaya putih dan merah. Jika lampu merah menyala, berarti ada suatu keadaan darurat, sehingga semua anggota harus kembali ke sekretariat sesegera mungkin. Tentu saja cara tersebut memang hanya berlaku untuk malam hari. Sedangkan jika terjadi keadaan darurat di siang hari, maka cara konvensional digunakan, yaitu dengan membuat sinyal berupa asap yang mengepul ke udara. Setelah memasuki ruang kontrol, Letu mengganti nyala lampu mercusuar itu menjadi merah. Gudi yang tetap berada di sekretariat, menyadari kedatangan kami dan segera menghampiri kami.

“Letu! Apakah telah terjadi keadaan darurat?” tanya Gudi.

“Benar Pak! Musuh telah ditemukan, tapi keadaannya benar-benar di luar dugaan. Kita harus berkumpul kembali, sebab ada yang akan kuceritakan!” jawab Letu.

“Seperti apa musuh yang kita hadapi?” tanyanya lagi.

“Akan kuceritakan nanti, setelah kita semua berkumpul.”


Beberapa menit kemudian, beratus-ratus Vog datang dari berbagai penjuru. Tanpa dikomando, mereka segera berbaris di sekitar mercusuar tersebut.

“Semuanya, dengarkan! Ada informasi penting yang akan disampaikan oleh Letu Rir!” seru Gudi.

Gudi memberikan kesempatan kepada Letu untuk berbicara. Ia menghela nafas sejenak, kemudian mulai berbicara.

“Kepala bidang hubungan masyarakat, Fea Edu, beserta beberapa Vog yang ikut bersamanya, telah menemukan musuh. Namun mereka kalah, baik dari segi jumlah maupun segi kekuatan!”

Semua Vog mendengarkan informasi itu dengan serius. Informasi ini tentu sangat penting. Tidak mungkin lampu darurat akan dinyalakan jika informasi ini tidak begitu penting.

“Fea Edu beserta pasukannya yang hanya berjumlah dua puluh tiga orang harus menghadapi dua ribu orang musuh yang mustahil untuk dikalahkan. Mereka adalah para zombie! Mereka adalah mayat yang dihidupkan kembali. Aku sendiri tidak tahu bagaimana cara mereka hidup kembali. Mereka tidak bisa merasakan sakit, lelah, maupun mati. Mereka tidak mempunyai akal pikiran dan perasaan. Semua yang mereka lakukan adalah perintah dari seseorang yang mengendalikan mereka,” terang Letu.

“Seseorang yang mengendalikan mereka? Aku belum menceritakan itu kepadamu, tapi kenapa kau bisa mengetahuinya?” tanyaku heran.

“Sebenarnya aku pun belum bisa memastikan apakah argumenku ini benar atau tidak. Tapi aku sendiri cukup yakin dengan hal itu,” jawabnya.

“Kenapa kau bisa yakin?”

“Karena aku pernah bersahabat dengan seseorang yang begitu percaya dengan adanya zombie.”


Jawaban dari Letu itu membuat kami semua tercengang. Bisa kutebak, lelaki yang mengendalikan zombie-zombie itu adalah orang yang dimaksudkan oleh Letu. Tapi aku sadar bahwa semua itu masih bersifat asumtif. Bisa jadi sahabat lama Letu itu memang begitu percaya dengan zombie, tapi lelaki yang mengendalikan zombie-zombie di hutan raya tadi adalah orang lain yang tidak ada sangkutpautnya dengan orang yang diceritakan Letu.

“Fea, apakah di pipi kanan orang itu terdapat tiga bekas luka cakaran?” tanya Letu.

“Entahlah, aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena gelapnya malam. Satu-satunya yang bisa kulihat adalah warna pakaiannya,” jawabku.

“Apa kau punya informasi lain?” tanyanya.

“Informasi lain? Oh, aku ingat. Dia sempat berkata bahwa dia akan menjadi raja Askoriwimi, dengan warga yang mendukungnya, dan zombie-zombie sebagai pelayannya. Sepertinya hal itu berkaitan dengan isi surat ketiga, yaitu mengganti Askoriwimi lama dengan yang baru. Aku yakin dia akan menghabisi siapa saja yang tidak mendukungnya,” jawabku lagi.

“Ada kemungkinan dia akan membuat zombie-zombie baru dari setiap orang yang dibunuhnya,” tambah Letu.


Untuk kedua kalinya kami tercengang mendengar keterangan dari Letu. Semua argumen yang diberikannya benar-benar masuk akal.

“Berarti dia tidak perlu khawatir membunuh setiap warga yang menentangnya. Sebab dengan membunuh satu orang musuh, dia akan memperoleh satu orang pelayan yang akan mematuhinya secara mutlak,” kata Gudi.

“Benar sekali Pak. Dia adalah orang sangat fanatik akan zombie. Dia ingin menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, lalu menjadi raja atas mayat-mayat tersebut. Meskipun demikian, dia cukup rasional. Dia tahu bahwa menghidupkan kembali orang-orang mati adalah suatu hal yang tidak mungkin. Karena itu, konsep yang dibuatnya adalah bagaimana cara menggerakkan kembali tubuh-tubuh yang telah mati tersebut hanya apabila diberikan perintah olehnya. Setidaknya, itulah dia ceritakan dulu kepadaku,” kata Letu.

“Jadi, dia memang sahabatmu dulu?” tanyaku.

“Sepertinya begitu. Sahabat lamaku yang tergila-gila akan zombie, Valen Norka.”


to be continued


Chapter 17: Old Friends Reunion