Chapter 17: Old Friends Reunion

Pasukan AVRO saat ini berjumlah tujuh ratus empat puluh dua orang. Itu baru yang akan berangkat dari sekretariat. Enam puluh Vog lain masih berpatroli di seluruh penjuru desa untuk mengevakuasi warga. Sepuluh Vog mata-mata terbang di sekitar pasukan zombie itu untuk menganalisa keadaan. Tidak tahu apakah mereka masih aman atau sudah tertangkap oleh musuh. Delapan ratus dua belas Vog ini seluruhnya akan turun dalam peperangan menghadapi dua ribu zombie yang tidak bisa dilumpuhkan. Meskipun begitu, kami sudah mengatur strategi untuk menghadapi mereka. Satu-satunya cara yaitu dengan membuat mereka tidak bisa bergerak. Metodenya bisa dengan mengikat mereka, memenggal anggota gerak mereka, atau yang paling brutal, melemparkan dinamit sehingga tubuh mereka tercerai-berai. Karena pertempuran ini berlangsung di malam hari, maka kami membawa obor untuk penerangan.


Gudi memimpin pasukan besar ini. Dia bersenjatakan pedang Naga Hitam. Pedang tersebut berwarna hitam pekat, dengan ukiran naga pada kedua sisinya. Bobotnya mencapai sepuluh kilogram. Konon, pedang itu dapat memenggal sepuluh kepala musuh dalam sekali ayunan. Postur tubuh Gudi yang tinggi besar membuatnya cocok menggunakan pedang itu. Aku belum pernah melihatnya menggunakan pedang itu, sebab sejak pertama aku bergabung dengan AVRO, Gudi tidak pernah turun langsung dalam patroli maupun pertempuran. Inilah kali pertama aku melihat Gudi turun dalam pertempuran, sekaligus menggunakan pedang besar itu.

“KOMANDO AKU AMBIL ALIH! SEMUA PASUKAN, MAJU!” teriaknya memberikan komando.

Kami semua segera terbang dengan kecepatan tinggi menuju zombie-zombie itu. Ketika mendekati hutan raya, kami bertemu dengan salah satu Vog mata-mata.

“Mereka berada di arah selatan hutan ini!” lapornya.

“SEMUA PASUKAN, TERBANG KE ARAH SELATAN HUTAN RAYA!” teriak Gudi kembali.


Beratus-ratus manusia burung terbang dengan cepat ke arah selatan hutan raya. Dalam waktu singkat kami menemukan musuh. Sepuluh orang Vog mata-mata yang telah berada disini sebelumnya segera bergabung dengan pasukan.

“Apakah kau yang bernama Valen Norka?” tanya Gudi, kepada lelaki yang memimpin zombie.

“Hebat sekali. Kau pasti pimpinan AVRO. Darimana kau mengetahui namaku? Aku bahkan tidak memberitahu namaku kepada anak buahmu yang berhasil selamat dariku beberapa saat sebelum ini,” katanya tenang.

“Karena aku ada disini,” ujar Letu secara tiba-tiba.

Sejenak Valen memperhatikan sosok Letu. Kegelapan malam membuatnya tidak langsung mengenali sosok itu. Tapi sepertinya itu tidak berlangsung lama.

“Begitu rupanya. Kau masih tetap cerdas seperti dulu. Kau bahkan masih ingat tentang konsep pembuatan zombie yang hampir setiap hari kuceritakan dulu. Kau bilang aku gila, stres, memiliki kelainan jiwa, tapi aku tidak pernah membencimu. Tapi sekarang kau lihat, aku memiliki lebih dari dua ribu zombie disini. Aku bukanlah orang gila seperti yang kau bilang. Aku adalah jenius, sama sepertimu. Semua yang kurencanakan dulu telah berhasil kuwujudkan, Letu!” ujarnya.

“Aku benar-benar tidak menyangka kau tetap melanjutkan ide gilamu itu. Seharusnya dulu kau tidak dicakar beruang,” kata Letu.

“HAHAHA! Ternyata kau masih ingat penyebab munculnya ide itu! Kau benar-benar sahabatku!” ujarnya sambil tertawa keras.

Aku berusaha untuk memperhatikan pipi kanan Valen. Ternyata benar, terdapat tiga bekas luka cakaran yang cukup besar. Satu luka hampir mengenai matanya, sedangkan yang dua lagi mengenai sebagian kecil hidungnya.

“Beruang itu mencakar wajahku tanpa perasaan. Untung saja ayahku segera datang dan menghadapinya. Ia berhasil membunuh beruang itu meskipun ia mengalami pendarahan yang hebat. Namun pada akhirnya ia tetap mati kehabisan darah. Aku merasa berhutang nyawa kepadanya, sebab jika ia tidak segera datang, mungkin aku akan mati di tangan beruang itu. Muncullah ideku untuk menghidupkan ayah kembali. Namun kau justru mengatakan ideku itu gila. Sungguh kau tidak memiliki perasaan, Letu!” ujar Valen kembali.

“Bagaimana kau melakukannya, Valen?” tanya Letu.

“HAHAHA! Dulu kau menentang ideku ini, tapi sekarang kau malah menanyakan bagaimana caranya! Sungguh memalukan dirimu, Letu! Aku tidak akan memberitahumu bagaimana caraku menggerakkan mayat-mayat ini sesuai kehendakku. Mungkin kau tidak sepenuhnya salah, karena aku memang tidak mungkin menghidupkan mereka kembali. Tapi sekurang-kurangnya aku bisa menjadikan mereka sebuah mesin biologis yang selalu patuh dengan perintahku!” jawabnya.

“Aku malah berpikir kaulah yang tidak berperasaan, menggunakan mayat-mayat itu untuk menjadi pelayanmu. Sudahlah, hentikan pembicaraan ini. Kapten, kuserahkan kepadamu!” ujar Letu.

“PASUKAN, JALANKAN RENCANA A-1!” seru Gudi.


Sebagian Vog yang bersenjatakan pedang, pisau, tombak, kapak, dan gada berlari dengan cepat ke arah zombie tersebut. Sebagian Vog lain yang bersenjatakan panah dan crossbow terbang untuk melakukan penembakan dari udara. Pasukan di darat dipimpin langsung oleh Gudi, sedangkan pasukan di udara diwakili oleh Osen Iku, seorang Vog bersenjatakan crossbow yang cukup terlatih.

“Zombie, serang mereka!” perintah Valen kepada zombie-zombienya.

Zombie-zombie bersenjatakan pedang, pisau, tombak, kapak, dan gada segera berlari menuju pasukan darat AVRO. Zombie-zombie yang bersenjatakan panah dan crossbow terbagi atas dua kelompok. Satu kelompok mengarahkan sasarannya ke arah pasukan darat, kelompok lain mengarahkan sasarannya ke arah pasukan udara. Aku yang tergabung ke dalam pasukan darat, melakukan terbang rendah untuk menambah kecepatanku. Dengan kecepatan tinggi aku mengayunkan pedang Bintang Merah ke leher seorang zombie. Pedangku berhasil melewati lehernya, membuat kepalanya terpisah dari badannya. Tidak puas hanya dengan satu zombie, aku kembali menebas zombie-zombie lainnya. Sebanyak lima zombie berhasil kupenggal kepalanya. Tiga zombie lain kutebas tangannya, sedangkan satu zombie kehilangan kakinya. Aku memerhatikan reaksi dari mereka. Zombie yang terpenggal kepalanya tidak bisa menggerakkan tubuhnya lagi, hanya saja mata mereka masih bisa berkedip layaknya orang hidup. Sedangkan zombie yang terputus anggota tubuh kecuali kepalanya, masih bisa menggerakkan anggota tubuh yang lain. Aku mengambil kesimpulan, mereka masih sama seperti manusia biasa. Seluruh aktivitasnya dikendalikan oleh otak. Di tengah berlangsungnya pertempuran, terdengar teriakan dari atas.

“PASUKAN, JALANKAN RENCANA A-2!” teriak Osen.

Kami yang sedang bertempur di darat, dengan cepat terbang menjauh dari mereka. Kami meninggalkan zombie-zombie yang sedang terpusat di tengah medan pertempuran. Tiba-tiba dari segala penjuru muncul enam puluh Vog yang terbang dengan kecepatan tinggi. Mereka semua membawa dinamit di tangannya. Lalu secara ganti berganti mereka menjatuhkan dinamit-dinamit itu tepat di atas kumpulan zombie itu. Enam puluh ledakan dinamit ini cukup efektif untuk mengurangi jumlah zombie tersebut. Sekitar lima ratus zombie tercerai-berai akibat ledakan ini. Tapi serangan belum selesai. Pasukan darat melakukan terbang rendah berkecepatan tinggi untuk menyerang zombie-zombie yang selamat dari ledakan itu. Memanfaatkan kebingungan yang dihasilkan ledakan itu, kami dengan mudah menebas sekitar empat ratus kepala zombie.

“Berhasil! Kita mengurangi hampir setengah jumlah musuh!” sorakku.


Pertempuran kembali dilanjutkan. Beberapa orang Vog gugur dalam pertempuran ini. Tapi jumlahnya masih terlalu kecil bila dibandingkan dengan jumlah zombie yang berhasil kami lumpuhkan. Dalam keadaan seperti itu, Valen masih menunjukkan ekspresi yang tenang. Ia terlihat seperti sudah mempunyai solusi untuk mengatasi masalah yang dialaminya.

“Strategi yang bagus. Kalian memberikanku kejutan yang menarik, sehingga bisa menghabisi hampir setengah dari jumlah pasukanku. Aku berikan apresiasi yang tinggi untuk itu,” ujar Valen.

Aku mendengar ucapannya itu. Dia bahkan memberikan apresiasi kepada lawannya di dalam kondisi yang sangat terdesak itu.

“Dalam hidup, apabila kita menerima sesuatu, maka kita juga harus memberi kan?” ucapnya sambil tersenyum, tentu saja dengan suatu aura negatif.

Letu sepertinya menyadari maksud dari ucapan Valen. Tiba-tiba ekspresinya berubah menjadi tegang.

“Mungkinkah, ia sudah meramalkan kejadian ini?” gumam Letu terbata-bata.

“Zombie, jalankan rencana B!” seru Valen.

Tidak ada yang berubah setelah instruksi itu diberikan. Zombie-zombie itu tetap bertempur seperti sediakala. Tapi tiba-tiba muncul pisau-pisau dari bawah tanah. Pisau itu melukai kaki Vog yang sedang bertempur di darat. Akibatnya, Vog yang terluka menjadi lengah dan zombie di darat mengalahkannya dengan mudah. Gudi menyadari kondisi ini tidak baik bagi pasukan darat.

“SEMUA PASUKAN DARAT, TERBANG SEKARANG JUGA!” teriak Gudi.

Kami yang ada di darat segera terbang dan bergabung dengan pasukan udara. Valen kembali tersenyum dingin karena rencananya berjalan lancar.

“Kalian pikir aku hanya mempunyai dua ribu zombie? Aku masih punya zombie lain! Di bawah tanah, aku memiliki sekitar seratus zombie yang kubuat dari mayat penggali terowongan. Sedangkan di udara, aku mempunyai seratus lagi,” ujarnya.

Tiba-tiba dari dalam hutan terbanglah seratus orang Vog dengan ekspresi yang dingin. Dapat dipastikan bahwa mereka adalah zombie.

“Ia juga membuat zombie dari kalangan Vog! Orang ini benar-benar gila!”


to be continued


Chapter 18: The Real Genius

0 Responses