Chapter 20: Spies of Government

Aku hampir tidak bisa mempercayai kata-kata Nio barusan. Sebelumnya aku sama sekali tidak menyimpan kecurigaan kepada pihak pemerintah. Bagiku pemerintah itu adalah atasan AVRO, sehingga tidak mungkin mereka mempunyai niat untuk mencelakakan AVRO. Kami tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan pemerintah.
“Kau bercanda kan?” tanyaku.
“Tidak! Aku mendapatkan informasi ini dari temanku yang bekerja di pemerintahan. Dia orang yang cukup kupercaya, jadi dia tak mungkin membohongiku,” jawab Nio.
Aku terdiam. Tidak ada kebohongan yang tergambar dari wajah Nio.
“Apa alasan pemerintah melakukannya?” tanyaku.
“Seperti yang kau tahu, sejak perang satu bulan yang lalu, popularitas AVRO begitu meningkat di kalangan warga Askoriwimi. Pemerintah mengkhawatirkan kepercayaan warga terhadap pemerintah akan memudar, sehingga suatu saat bisa saja AVRO melakukan kudeta pemerintahan dan kudeta itu didukung oleh segenap warga Askoriwimi.”
“Sepertinya alasan itu tidak masuk akal.”
“Begitulah. Sekarang beritahukan hal ini kepada AVRO agar rencana ini dapat digagalkan.”

Aku mengerti apa yang harus kulakukan. Mencegah lebih baik daripada mengatasi. Meskipun kalau hal itu tidak menjadi kenyataan, sekurang-kurangnya aku sudah melakukan tindak waspada terhadap bahaya.
“Terima kasih, Nio,” ujarku.
Aku segera terbang menuju sekretariat. Sebenarnya aku tidak yakin apakah masih ada Vog yang masih berada di sekretariat atau tidak. Tapi setidaknya aku berusaha dulu untuk menyampaikan berita penting ini. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk sampai di sekretariat. Celakanya, tidak ada satu orang pun yang ada di tempat ini.
“Apa yang harus kulakukan,” gumamku.
Sebelum benar-benar bingung, aku menyadari lampu putih dari mercusuar yang selalu dihidupkan di sekretariat setiap malam. Cahaya putih yang berputar-putar menerangi sekeliling desa sebagai simbol sebuah sekretariat pasukan keamanan resmi di desa tersebut. Aku segera memasuki ruang kontrol mercusuar. Tidak ada satu orang pun yang berjaga disini. Benar-benar sebuah kejadian yang langka dimana semua anggota AVRO pulang ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan diri menghadiri sebuah jamuan makan malam dari pemerintah yang sebenarnya hanya merupakan sebuah kamuflase untuk mengakhiri mereka semua. Tanpa pikir panjang aku mengganti warna lampu mercusuar tersebut dengan merah. Dengan ini aku akan berhasil mengumpulkan kembali semua anggota AVRO ke sekretariat.

Tapi aku merasa ada sesuatu yang janggal. Aku sangat yakin telah mengganti warna lampu mercusuar tersebut. Namun pemandangan yang kulihat berlawanan dengan keyakinanku. Lampu itu tetap saja bersinar putih, tanpa ada warna merah sedikit pun yang terpancar. Aku mengulangi penggantian warna itu sampai tiga kali, tapi tetap tidak ada perubahan. Mungkinkah ada orang pemerintah yang memperhatikan gerak-gerikku ini? Atau yang lebih buruk lagi, adakah pengkhianat di dalam AVRO sendiri? Aku akhirnya berkeputusan untuk mencari Gudi sesegera mungkin. Aku harus melaporkan semua kejanggalan ini kepadanya.

Ketika aku keluar dari ruang kontrol mercusuar, aku menyadari ada sesuatu yang sangat cepat melesat ke arahku. Untung aku menyadari hal itu dan menghindarinya. Kuperhatikan benda itu adalah sebuah anak panah yang dilesatkan dengan sengaja untuk mencelakakanku. Di luar begitu gelap, sehingga aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa orang yang menyerangku barusan. Tapi aku bisa melihat bayangannya di balik kegelapan itu. Satu-satunya hal yang aku yakini, dia terbang. Dan yang sangat aku ketahui, satu-satunya makhluk bersenjata yang bisa terbang di desa ini hanyalah Vog. Maka aku pun terbang untuk mengejar orang itu. Ketika di udara, aku bisa melihat lebih jelas karena ada bantuan penerangan dari cahaya mercusuar. Sekali lagi sebuah panah melesat ke arahku. Beruntung aku masih bisa menghindarinya walaupun panah itu hanya meleset sekitar sepuluh sentimeter dari sayap kiriku. Aku akhirnya bisa mengetahui siapa orang yang menyerangku. Dia adalah Parker, Vog yang baru bergabung dengan AVRO seminggu setelah perang berakhir yang bekerja sebagai petugas kontrol mercusuar. Di tangannya terdapat sepucuk crossbow yang digunakannya untuk menyerangku. Bisa kupastikan ia adalah mata-mata pemerintah yang ditugaskan untuk memantau aktivitas kami.
“Parker, ternyata kau orang pemerintah!” seruku.
“Hahaha, kenapa kau baru menyadari hal itu, Fea? Sebagai kepala bidang hubungan masyarakat seharusnya kau menyadari hal itu sejak dulu. Aku bergabung dengan AVRO bukan karena keinginanku sendiri, tapi karena pemerintah membayarku untuk itu. Mereka menjanjikan kehidupan yang lebih layak untukku jika AVRO berhasil dihancurkan. Tentu saja aku tak menolak tawaran tersebut!” jawab Parker.
Aku hanya diam saja mendengarkan pengakuannya barusan. Ternyata masalah uang, sogok menyogok itu tidak pandang ras. Bahkan ras Vog yang menurutku begitu terhormat mau saja disogok oleh manusia.
“Aku tidak punya waktu banyak, aku harus segera memberitahu anggota AVRO tentang hal ini. Menyingkirlah dari hadapanku karena aku sedang tidak ingin menggunakan kekerasan saat ini,” ancamku.
“Menyingkir dari hadapanmu? Tentu saja aku tidak akan melakukan hal itu. Kau harus kuhabisi karena kau telah mengetahui rencana ini. Tidak akan kubiarkan kau pergi dari sini,” jawabnya.

Aku benar-benar tidak ingin berurusan dengan orang ini sekarang. Mengalahkannya mungkin akan menghabiskan waktu dan tenaga yang banyak. Lagipula, kuakui saat ini aku kalah kekuatan dengannya karena dia bersenjata, sedangkan aku tidak. Maka aku mengeluarkan segenap tenagaku untuk terbang secepat mungkin. Dia menghujaniku dengan panah-panah tajam dari crossbownya, tapi aku berhasil menghindari itu semua. Tiba-tiba saja aku melihat sesosok bayangan lain. Kali ini ia bergerak dengan sangat cepat ke arahku, mengayunkan senjata seperti pedang ke arahku. Dengan sigap aku menghindari serangan tiba-tiba itu dan berusaha untuk menendangnya. Sayang sekali, ia juga begitu sigap menghindari tendanganku. Di saat yang dramatis tersebut, kembali Parker menghujaniku dengan panahnya. Aku segera terbang di balik sebuah pohon yang besar untuk melindungi diri. Setelah serangan itu reda, aku kemudian melihat keadaan musuhku. Ternyata kali ini ada satu orang Vog lagi yang datang mengganggu. Ia adalah Lim, Vog yang juga bekerja di ruang kontrol mercusuar. Di tangannya terdapat sebuah pedang sepanjang satu meter yang siap menebasku kapan saja.
“Ada dua orang mata-mata sekarang,” ujarku.
“Tidak, kau salah! Sebenarnya ada lima orang dari kami yang merupakan orang bayaran pemerintah. Tiga orang lain sedang mengawasi gerak-gerik anggota AVRO lain!” seru Lim.

Situasi ini benar-benar tidak menguntungkan bagiku. Aku harus melawan dua orang Vog yang bisa menyerang dari jarak dekat dan juga jarak jauh. Sedangkan aku benar-benar tidak bersenjata saat ini. Melarikan diri menurutku juga percuma, karena aku tahu Lim memiliki kecepatan dan akurasi terbang yang melebihiku. Maka satu-satunya jalan aku harus melawan mereka. Tapi yang harus aku lakukan pertama adalah mengambil pedang Bintang Merah yang ada di dalam sekretariat. Aku memandangi sekretariat. Semua pintu terkunci, berarti aku harus menerobos masuk melalui jendela kaca. Masalahnya, aku harus mengatur timing yang tepat agar aku bisa masuk dengan selamat tanpa harus diserang oleh mereka berdua terlebih dahulu. Tapi sepertinya aku berpikir terlalu panjang, karena dengan cepat Lim terbang ke arahku dan kembali mengayunkan pedangnya. Ayunannya sangat cepat, tapi aku berhasil menghindari itu semua. Aku lalu ingat bahwa Parker bukanlah seorang pemanah yang hebat. Artinya, ia tidak mungkin menyerangku bersamaan dengan Lim, karena bisa saja panahnya meleset mengenai Lim. Maka aku bisa fokus untuk menghindari ayunan pedang dari Lim. Aku mengumpannya untuk menyerang pohon di belakangku. Umpan itu sukses, untuk beberapa saat pedang itu menancap kuat di pohon besar itu sehingga sulit untuk ditarik kembali. Maka dengan kecepatan penuh aku melesat menuju jendela kaca sekretariat. Hujan panah yang kembali diluncurkan Parker dapat dengan mudah kuhindari semua. Akhirnya aku berhasil menerobos jendela kaca tersebut hingga kacanya pecah berderai-derai di lantai. Tanpa pikir panjang aku segera mengambil pedang Bintang Merah yang terpajang dengan begitu gagah di dinding. Tepat ketika pedang itu tergenggam kuat di tanganku, aku menyadari Lim telah mencabut kembali pedangnya dan terbang dengan sangat cepat ke dalam sekretariat melalui jendela yang kupecahkan tadi. Ia kembali mengayunkan pedangnya ke arahku, kali ini jauh lebih cepat. Maka aku pun juga mengayunkan pedang Bintang Merah untuk menangkis serangan darinya. Kedua pedang kami beradu dengan sangat kuat sehingga menimbulkan suara lentingan yang memekakkan telinga.
“Pertarungan baru saja dimulai!” seruku mantap.

to be continued

0 Responses