Chapter 23: Didu's Guide

Didu mengakhiri cerita panjang yang dibacakannya dari sebuah buku catatan tua. Kelihatan membacakan cerita sepanjang itu membuatnya sangat haus. Ia lalu menuangkan kembali kopi ke dalam cangkirnya yang telah kosong, kemudian meminumnya dengan cepat untuk menghilangkan dahaga yang tersangkut di kerongkongan dan menyelimuti bibirnya.
“Nah, kalian sudah mendengar sendiri apa yang terjadi di gunung ini tiga ratus tahun yang lalu. Cerita di buku ini ditulis langsung oleh Fea Edu. Kemudian, Fea menyerahkan buku ini kepada Vuze. Seperti yang kau ketahui, nama belakangku sama dengan Vuze, yaitu Hulovana. Buku ini diwariskan terus secara turun temurun, sampai akhirnya saat ini ada di tanganku,” ujar Didu.
“Ada satu hal yang ingin kutanyakan. Apakah manusia bawah juga tinggal dengan bebas di desa ini?” tanyaku.
“Tidak juga. Hanya beberapa orang yang memiliki paspor ini yang bisa tinggal dengan bebas disini. Tidak hanya manusia bawah, juga ada manusia atas,” jawab Didu sambil menunjukkan sebuah paspor.
“Jadi jika kami memiliki paspor, kami bisa tinggal dengan bebas di desa ini?”
“Benar sekali. Tapi tidak mudah untuk mendapatkan paspor ini. Harus ada rekomendasi dari orang yang memiliki paspor atau dari Vog. Orang yang memberikan rekomendasi itu juga harus orang yang terpercaya, tidak bisa sembarang orang.”
“Jadi warga desa ini berhubungan dengan dunia luar melalui perantara manusia-manusia yang memiliki paspor?” tanyaku lagi.
“Kau benar lagi. Karena itulah desa ini tidak ketinggalan teknologi,” jawabnya.
“Kau bilang sudah tiga puluh tahun sejak melarikan diri dari penjara itu. Kenapa kau tahu mengenai perkembangan desa ini?” tanya Joey.
“Selama dua puluh delapan tahun aku selalu meminta tolong kepada manusia bawah yang bisa kupercaya untuk mengirimkanku makanan dan koran. Tapi dua tahun yang lalu, aku mendapat informasi bahwa namaku sudah dihapus dari daftar buronan. Karena itu aku mulai memberanikan diri untuk keluar. Meskipun demikian, aku sudah terlalu nyaman tinggal disini, sehingga aku memutuskan untuk menetap disini. Selain itu, aku juga terus menanti seseorang yang akan menggunakan jalan rahasia ini,” jelasnya panjang lebar.

Didu menutup buku catatan dan peta tua yang terkembang di atas meja. Setelah dia menyimpan barang-barang itu kembali ke dalam lemarinya, dia mulai bertanya kepada kami.
“Kalian sudah mendengarkan ceritaku. Sekarang aku juga ingin mendengarkan cerita kalian. Apa tujuan kalian ke desa ini?” tanyanya.
Aku menceritakan semua yang terjadi, mulai dari wabah yang berjangkit di desa As, hilangnya Rhena, sampai tertangkapnya kami. Didu menyimak cerita itu dengan seksama.
“Hmm, The Levi. Sepertinya dugaan polisi-polisi itu memang benar. Aku pun yakin bahwa merekalah orang di balik hilangnya sepupumu itu,” sahut Didu.
“Kau tahu siapa mereka?” tanya Joey.
“Mereka adalah kelompok kriminal yang terdiri dari lima orang. Dua orang manusia bawah, yaitu si kembar Kiku Tresman dan Kuki Tresman, serta tiga orang Vog, yaitu Vau Nond, Toro Ormam, dan pemimpin mereka, yaitu Levi Heres. Si kembar Tresman menguasai teknik pembuatan pintu bawah tanah, sehingga jalur yang mereka buat selalu ditutup dengan rapi. Vau Nond dan Toro Ormam memiliki kecepatan terbang yang luar biasa. Tidak hanya cepat, akurasi terbangnya pun sangat hebat sehingga mereka bisa terbang dengan cepat bahkan di dalam terowongan bawah tanah sekalipun. Sedangkan Levi Heres terkenal sangat cerdas dan kuat. Dari rumor yang beredar, ia pernah hampir tertangkap oleh lima orang polisi khusus. Tapi ia berhasil melumpuhkan kelima polisi tersebut. Secara umum, mereka memang kriminal yang mengerikan,” jelas Didu.
“Lalu kenapa mereka menculik Rhena?” tanya Joey lagi.
“Maaf, aku tidak mengetahui apa motif mereka,” jawab Didu.

Suasana di dalam ruangan bawah tanah itu menjadi hening sejenak. Aku yakin kami bertiga pasti memikirkan bagaimana cara menyelamatkan Rhena dari kelompok kriminal berbahaya itu. Pemimpin mereka adalah seorang manusia burung. Aku masih ingat bagaimana rasanya menangkis pukulan seorang manusia burung. Itu saja sudah membuat tanganku hampir mati rasa. Apalagi kalau seandainya aku harus bertarung melawan seorang manusia burung yang perkasa sampai ditentukan siapa pemenangnya.
“Bagaimana? Apa kalian masih ingin berurusan dengan The Levi?” tanya Didu.
Pertanyaan yang terlontar dari mulut Didu itu seolah-olah tidak merasuki telinga kami. Pertanyaan itu terpantul ke dinding-dinding tanah, memberontak berusaha mencari jalan keluar, dan akhirnya mau tak mau harus masuk ke telinga kami.
“Kami sudah terlanjur berada disini. Tidak ada pilihan lain. Lagipula kami sudah bertekad akan menyelamatkannya,” jawab Awald mantap.
Aku dan Joey terkejut mendengar jawaban penuh keyakinan dari Awald. Sementara itu Didu hanya tersenyum.
“Kalau memang demikian, aku akan mengantarkan kalian menuju persembunyian mereka.”
Pernyataan dari Didu ini semakin membuat kami terkejut. Dia akan mengantarkan kami ke tempat persembunyian orang-orang jahat yang bahkan polisi profesional pun kesulitan untuk melacak keberadaan mereka?
“Kau…, mengetahui tempat mereka?” tanyaku terbata-bata.
“Benar sekali. Andaikan selama ini aku dekat dengan pihak kepolisian, tentu saja The Levi sudah ditangkap sejak bertahun-tahun yang lalu. Tapi biarlah, aku sama sekali tidak menyesal. Untuk kalian ketahui, si kembar Tresman adalah muridku. Akulah yang mengajari mereka bagaimana cara membuat pintu bawah tanah,” jawab Didu sambil tetap tersenyum.

Entah ini suatu kebetulan atau bukan, kami bertemu dengan orang yang mengenal penjahat yang kami cari. Sungguh petualangan aneh yang kami mulai di desa ini. Mulai dari ditangkap polisi, dijebloskan ke dalam penjara, menemukan jalan kabur, mendengarkan cerita yang hilang, sampai akhirnya akan dipertemukan dengan orang yang kami cari.
“Lewat jalan ini,” kata Didu sambil menekan sebuah tombol di dinding.
Dinding tanah yang tadinya terlihat begitu kokoh sekarang bergeser dengan sangat halus. Sebuah terowongan lain terbuka di hadapan kami. Aku tercengang dengan teknologi luar biasa yang dimiliki orang-orang ini. Kenapa selama ini mereka menutup diri?
“Pak, ada satu hal yang masih mengganjal di benakku,” ujarku seraya masuk ke dalam terowongan yang baru terbuka itu.
“Apa lagi yang masih membuatmu penasaran?” tanya Didu.
“Kenapa keberadaan Willyvinia harus disembunyikan? Tidak hanya keberadaan desanya, tapi juga keberadaan manusia bawah dan Vog yang ada di dalamnya.”
“Terkait dengan insiden AVRO tiga ratus tahun yang lalu, Vog yang masih tersisa di Askoriwimi dimigrasikan secara bertahap di bawah koordinasi Letu Rir. Setelah migrasi selesai, semua Vog hidup secara mandiri di desa ini. Tapi beberapa waktu setelah itu Nio datang ke Willyvinia dan menyampaikan pesan bahwa pemerintah Askoriwimi menjalankan sebuah program penghapusan Vog. Sebuah skenario yang dirancang pemerintah ditujukan kepada warga Askoriwimi sehingga warga Askoriwimi memiliki pandangan seolah-olah Vog tidak pernah ada di dunia ini. Ya, aku yakin skenario ini tidak efektif seratus persen. Menurutku, pasti ada beberapa warga As, Kor atau Iwimi yang mengetahui tentang manusia burung ini,” jelas Didu.
“Seperti nenekku,” gumam Awald.
“Karena itulah, pihak Willyvinia memutuskan untuk membuat desa ini tersembunyi. Agar tetap berhubungan dengan dunia luar, maka dibentuklah sistem paspor itu,” terang Didu lagi.

Kami berjalan mengikuti Didu yang menjadi pemandu kami. Di sepanjang perjalanan, beberapa pintu rahasia dibuka secara rapi dan halus dan kemudian ditutup kembali juga dengan sangat rapi dan halus. Aku sekarang memahami kenapa polisi begitu sulit menemukan The Levi. Aku juga mengerti kenapa Rhena begitu cepat hilang ketika terperosok ke dalam lubang itu. Tidak hanya karena mungkin ia dibawa terbang oleh manusia burung berkecepatan tinggi, tapi juga karena ada pintu rahasia yang tidak kami ketahui. Bagiku, dijebloskan ke dalam penjara tidak selamanya buruk. Lihat saja kali ini, dijebloskan ke dalam penjara membawa kami kepada nasib baik. Mungkin tidak juga sepenuhnya baik, karena lawan yang akan dihadapi adalah kriminal kelas kakap.
“Ini adalah pintu terakhir. Aku membuat pintu ini secara diam-diam, bahkan The Levi pun tidak mengetahui tentang pintu ini. Padahal, di balik pintu ini adalah markas bawah tanah mereka. Nah, apakah kalian siap?” tanya Didu.
Kami bertiga saling berpandangan, lalu dengan penuh keyakinan kami menganggukkan kepala.
“Permainan baru saja dimulai,” ujar Didu.
Ia menekan tombol kecil yang ada di dinding tanah itu. Seketika itu juga sebuah pintu terbuka dengan sangat halusnya. Di balik pintu itu adalah sebuah ruangan kecil yang agak gelap. Walaupun demikian, kami bisa melihat dengan jelas sesosok gadis yang duduk di pojok ruangan itu. Tangan dan kakinya terikat kuat oleh seutas tambang yang cukup besar, sementara matanya ditutupi oleh seutas kain hitam yang diikat melingkari kepalanya. Tak salah lagi, gadis itu adalah Rhena!

to be continued

Chapter 22: Escape

Suasana jamuan yang diadakan pemerintah malam itu begitu meriah. Semua orang datang dengan penampilan terbaiknya, baik dari pihak manusia maupun dari pihak Vog. Makanan yang sangat banyak dan terlihat sangat enak terhidang di atas meja. Aroma yang dipancarkannya sanggup merontokkan bulu hidung, menerbitkan air liur siapa saja yang menciumnya. Buah-buahan yang dipotong dengan penuh seni pun turut disajikan menemani hidangan tersebut, memberikan kesan bahwa hidangan ini disajikan oleh profesional, bukan amatir.
“Selamat datang, sahabat dari AVRO!” sambut Josh, walikota Askoriwimi.
“Suatu kehormatan bagi kami menghadiri undangan dari pemerintah,” ujar Gudi.
“Tapi, jika saya perhatikan hanya sedikit anggota AVRO yang menghadiri undangan ini. Mana yang lainnya?” tanya Josh.
“Maafkan saya, Pak. Saya sudah menekankan kepada bawahan saya untuk dapat menghadiri jamuan penting ini. Tapi ternyata sebagian dari mereka tidak dapat menghadirinya. Sebagai informasi, saat ini kami sedang mengembangkan suatu proyek untuk meningkatkan kinerja kami sebagai pasukan keamanan desa ini. Proyek itu dipimpin oleh wakil saya, Letu Rir. Saat ini mereka sedang mengadakan suatu pertemuan untuk membahas proyek tersebut di sekretariat. Karena itulah, kami hanya bisa membawa enam puluh orang anggota,” jelas Gudi.
“Oh, begitu,” jawab Josh datar.

Aku bisa melihat perasaan tidak puas di wajahnya. Jelas sekali mereka menginginkan kami semua menghadiri jamuan ini, agar mereka bisa membinasakan kami sekaligus. Beberapa orang yang ada di dalam ruangan ini juga memunculkan ekspresi yang sama dengan Josh. Bisa kuambil kesimpulan sementara bahwa mereka mengetahui dan mungkin juga ikut terlibat langsung dalam rencana ini. Meskipun sebenarnya kami sudah menyiapkan rencana yang matang, tapi kami harus tetap berhati-hati di dalam ruangan ini. Bisa saja mereka menyerang kami yang hanya beberapa orang di dalam ruangan ini, terutama Gudi. Jika itu terjadi, maka rencana gagal. Walaupun demikian, sebenarnya kami juga sudah memiliki rencana lain jika seandainya hal tersebut terjadi.
“Silakan duduk di meja ini! Mari nikmati dulu hidangan yang disiapkan oleh juru masak profesional pemerintah! Jangan sia-siakan kesempatan langka ini!” ajak Josh.
Kami menuruti ajakan tersebut, tentunya dengan tetap waspada. Sebenarnya aku sedikit tergoda dengan hidangan yang disajikan ini. Aromanya yang begitu sedap benar-benar tidak dapat didustai. Apalagi kopi Ronder favoritku juga ada di atas meja ini, masih panas di dalam poci logam berkesan klasik. Meskipun tidak ada yang memberitahuku bahwa itu adalah kopi Ronder, tapi aromanya yang khas yang dibawa oleh asapnya yang masih mengepul telah memberitahuku.

Kami  menikmati hidangan lezat tersebut bersama-sama dengan hadirin lain, termasuk Josh. Ketika sedang makan pun, aku bisa melihat wajah yang tetap serius dari orang-orang yang telah kutandai tadi, seolah-olah bersiap melaksanakan suatu instruksi yang akan muncul tiba-tiba. Gudi yang dari tadi mencoba untuk tenang sekarang juga mulai terlihat gelisah. Sepertinya ada sesuatu yang kurang sesuai dengan rencananya.
“Bapak Ketua AVRO, sepertinya ada sesuatu yang Anda sembunyikan. Coba Anda ceritakan sesuatu apa itu,” seru Josh tiba-tiba.
“Oh tidak ada apa-apa, Pak. Saya hanya merasa telah mengecewakan Anda atas kehadiran anggota AVRO yang sedikit ini,” jawab Gudi.
“Kalau tentang hal itu, tidak usah dipermasalahkan lagi. Saya dapat memakluminya. Tapi, bukan itu maksud saya. Saya melihat Anda seolah-olah mempunyai rencana terselubung.”
“Apa maksud Anda?”
“Tidak usah berbasa-basi lagi. Saya yakin Anda sudah mencurigai maksud kami sebenarnya mengundang Anda. Oleh karena itu, Anda hanya membawa sedikit anggota ke jamuan ini, agar AVRO tidak dapat kami binasakan sepenuhnya pada saat ini. Anda sengaja mengorbankan diri menghadiri jamuan ini dengan tujuan mengelabui kami sehingga kami mengira Anda tidak mengetahui rencana kami. Tapi sayang sekali, kami sudah mengetahui hal tersebut melalui mata-mata kami. Sekarang beberapa orang pasukan elit pemerintah sedang menuju sekretariat AVRO untuk memusnahkan sisa-sisa AVRO yang masih ada disana. Sekarang giliran Anda yang berada di ruangan inilah yang akan dimusnahkan! Pasukan, jalankan perintah!” seru Josh.

Orang-orang berwajah serius tadi mengeluarkan belati yang mereka simpan di balik jasnya masing-masing. Sekitar seratus lima puluh orang pasukan berjas dengan wajah serius itu bergerak cepat mengepung kami yang hanya berjumlah enam puluh orang.
“Seratus lima puluh melawan enam puluh. Bagaimana menurutmu, Pak?” tanyaku kepada Gudi.
“Seorang Vog setara dengan sepuluh orang manusia biasa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” jawab Gudi.
Kami mengambil pedang yang dari tadi kami sembunyikan dari balik sayap kami yang tebal dengan sangat rapi.
“Asap!” seru Gudi.
Dari dalam ruangan itu tiba-tiba mengepul asap putih yang sangat tebal. Suatu kamuflase yang cukup menarik, menarik pedang seolah-olah akan bertarung, tapi pada akhirnya malah meledakkan bom asap.
“Cepat keluar dari ruangan ini! Ingat strategi yang telah disusun!” seru Gudi lagi.
Ia terbang dengan cepat menuju pintu ruang jamuan yang terbuat dari jati berkualitas tinggi itu. Tanpa memikirkan biaya yang telah dikeluarkan pemerintah untuk membeli pintu tersebut, ia langsung menebas pintu itu dengan pedang Naga Hitam yang sangat buas. Dalam sekejap salah satu aset berharga milik pemerintah itu telah berubah menjadi potongan kayu jati yang mengalami penurunan nilai guna. Melalui lubang yang dibuat Gudi, kami terbang dengan cepat keluar ruangan itu. Kami lalu mencari pintu utama gedung ini. Dengan cara yang sama, Gudi kembali memainkan pedangnya sehingga menambah kerugian bagi pemerintah. Dalam waktu yang tak terlalu lama kami telah berada di luar gedung pemerintahan ini.
“Hei, lihat! Ada asap hitam tebal yang mengepul tinggi dari arah sekretariat!” seruku.
“Sepertinya rencana kita berjalan dengan baik. Ayo pergi!” seru Gudi.

Asap hitam itu tentu saja berasal dari kebakaran. Sekretariat AVRO memang dibakar. Tapi yang membakar bukanlah orang pemerintah, melainkan beberapa anggota AVRO yang dipimpin oleh Letu. Ketika orang-orang pemerintah mengepung sekretariat, tim disana menyalakan api yang dengan cepat membakar sekretariat beserta lingkungan sekitarnya. Kami tidak bekerja sendiri. Beberapa orang manusia penggali terowongan bawah tanah juga berperan dalam aksi pembakaran ini. Mereka bertugas menanam batu bara di titik-titik tertentu pada tanah sekitar sekretariat. Kemudian pasukan pemanah api yang bersembunyi melepaskan panahnya ke titik-titik tersebut. Maka terjadilah sebuah kebakaran yang hebat, yang membinasakan orang-orang pemerintah sekaligus sekretariat AVRO. Sementara itu, Vog yang terlibat aksi tersebut melarikan diri ke suatu tempat yang telah kami sepakati, demikian juga manusia penggali terowongan bawah tanah.

Akhirnya kami sampai di tempat yang disepakati tersebut. Tempat itu adalah sebuah hutan di gunung Goma. Tempat ini masih hijau, sepertinya belum tersentuh oleh tangan manusia maupun Vog. Orang yang memberikan petunjuk tentang tempat ini adalah pemimpin tertinggi AVRO, yaitu Gudi. Ia sepertinya ingin berbicara sambil membawa seorang manusia penggali.
“Kita sekarang telah sampai di tempat melarikan diri dari desa ini. Semuanya, perkenalkan ini Vuze Hulovana. Ia adalah sahabatku sejak kecil. Dulu ketika masih kecil kami sering bermain ke tempat ini. Tempat ini sangat jarang dikunjungi oleh warga desa. Padahal sebenarnya di tempat ini tumbuh buah langka yang bernama Gogo, buah yang mampu mengobati segala penyakit. Nah, Vuze pernah bercerita kepadaku bahwa ketika menggali, ia telah menemukan suatu tempat tersembunyi yang selalu tertutup kabut di gunung ini. Tempat itu memiliki potensi untuk ditinggali. Aku berpikir, kita tak punya tempat lagi di desa ini. Karena itu, marilah kita pergi ke tempat tersebut. Kita akan membangun sebuah desa yang maju disana,” ujar Gudi.
“Bagaimana dengan nasib Vog lain, Pak? Apakah mereka aman tinggal di desa ini?” tanya salah seorang Vog.
Letu yang dari tadi belum berbicara akhirnya memulai kata-katanya.
“Aku akan tinggal disini sementara waktu sampai semua Vog berhasil diungsikan. Tak perlu mengkhawatirkan kondisiku, karena aku bekerjasama dengan manusia penggali dan juga penduduk desa yang dapat kupercaya, seperti sahabat karib Fea, yaitu Nio.”
Aku tersentak mendengarkan penjelasan Letu. Dia menyebut nama Nio. Sepertinya dia cukup yakin bahwa Nio adalah salah satu orang yang tepat untuk diajak bekerjasama.
“Aku dibantu dengan beberapa orang nantinya akan membuat sebuah gapura bertuliskan Hutan Larangan di gerbang hutan ini. Kemudian aku juga akan membuat tulisan dilarang masuk kecuali bagi yang berkepentingan di gerbang tersebut. Tempat ini jarang dikunjungi, bahkan oleh pemerintah sekalipun. Mereka tidak akan merasa janggal jika nantinya menemukan tempat ini,” kata Letu mengakhiri penjelasannya.

Setelah semuanya beres, kami memasuki terowongan yang dibuat oleh Vuze. Terowongan ini cukup luas, sehingga kami bisa memasukinya dengan nyaman. Kulihat Letu tetap berjaga di gerbang hutan tersebut. Kudekati dia, karena ada sesuatu yang perlu kukatakan.
“Semoga kau sukses menjalankan tugas ini,” ujarku.
“Tenang saja. Kau tahu siapa aku kan?” balasnya.
“Ada satu hal yang ingin kusampaikan.”
“Apa itu?”
“Mohon sampaikan maafku kepada Nio, karena aku harus pergi tanpa memberitahunya.”
Letu menghela nafas. Kemudian ia  memberikan jawaban atas permintaanku.
“Nio adalah salah satu rekanku dalam rencana ini. Jadi, aku menyanggupi permintaanmu!”

to be continued