Chapter 19: Annihilation Plan

Satu bulan telah berlalu sejak perang itu. Keadaan Askoriwimi kembali tentram seperti sediakala. Keceriaan anak-anak yang bermain, kicauan burung, dan hijaunya hutan mendukung ketentraman itu. Popularitas AVRO bagi warga Askoriwimi semakin melejit bagaikan roket yang terbang ke angkasa. Banyak anak-anak kecil yang bercita-cita bergabung dengan AVRO meskipun mereka bukanlah Vog. Di kalangan AVRO sendiri, terjadi beberapa perubahan. Letu Rir tidak jadi dihukum karena bertindak di luar instruksi. Sebaliknya, dia sekarang diangkat menjadi wakil ketua satu AVRO, jabatan tertinggi di bawah ketua AVRO. Aku sendiri tetap menjabat sebagai kepala bidang hubungan masyarakat. Meskipun Letu bukan lagi bawahanku, tapi aku tetap bersikap sama kepadanya. Dia pun begitu, tidak ada yang berubah dalam hubungan kami.


Siang itu aku mengunjungi kediaman Nio. Sejak perang berakhir, aku belum pernah sekalipun mengunjunginya. Aku ingin kembali meluangkan waktu untuk bercerita dengannya. Begitu aku sampai di depan rumahnya, aku merasakan suasana yang berbeda. Biasanya Nio pasti akan menyambutku. Tapi kali ini tidak hanya Nio, tidak satu pun dari keluarganya yang menyambutku. Aku mengintip ke dalam rumahnya melalui celah jendela. Aku melihat ke setiap sudut rumah, tapi aku tidak melihat seorang pun. Suasananya begitu sunyi. Ketika sedang mengintip, aku merasakan seseorang menepuk pundakku.

“Fea! Apa yang kau lakukan?”

Tepukan itu mengagetkanku. Aku membalikkan punggungku untuk melihat siapakah yang melakukan hal itu.

“Nio! Darimana saja kau?” tanyaku.

“Aku baru saja dari rumah Dokter Hella. Nenekku sakit keras sejak tiga hari yang lalu,” jawabnya.

“Oh, maaf aku baru mengetahui hal itu. Aku juga mohon maaf karena sudah lama tidak mengunjungimu,” sesalku.

“Tidak apa-apa Fea. Aku tahu kau pasti begitu sibuk di AVRO, apalagi sejak perang itu. Oh ya, lebih baik kita duduk di dalam rumah daripada berdiri di dekat jendela ini,” ajaknya.


Kami berdua masuk ke dalam rumah. Nio membuatkan dua cangkir kopi panas untuk kami. Setelah kopi tersaji di atas meja, kami duduk di atas kursi kayu dan memulai pembicaraan.

“Bagaimana kabar nenekmu?” tanyaku.

“Sejak tiga hari yang lalu beliau sakit keras. Mungkin disebabkan karena usianya yang sudah sangat tua. Kau tahu kan, sakit-sakitan itu sudah menjadi hal yang lumrah untuk seseorang yang berusia sembilan puluh satu tahun,” jawabnya.

“Semoga nenekmu cepat sembuh. Kasihan beliau harus menderita melawan usianya,” ujarku menyampaikan simpati.

Aku meneguk kopi panas dari cangkir itu. Cangkir itu memiliki aroma tembikar yang sangat khas. Aroma ini berpadu dengan aroma kopi panas, sehingga memberikan aroma paduan yang begitu menggiurkan. Kopi itu sendiri juga sangat nikmat. Ini adalah kali pertama aku meminum kopi senikmat ini.

“Kopi apa ini? Rasanya begitu nikmat,” tanyaku.

“Kopi khas Ronder, kopi terbaik di dunia,” jawab Nio.

“Ronder? Bukankah itu desa di balik gunung Goma?” tanyaku lagi.

“Benar sekali. Kopi adalah komoditas utama desa itu. Setiap tahun Ronder memproduksi hingga seratus ribu ton kopi. Tidak hanya sangat banyak, tapi kualitasnya juga yang terbaik,” jawabnya.


Kami melanjutkan pembicaraan. Berbagai topik diangkat sebagai bahan pembicaraan kami. Aku bahkan sudah menghabiskan tiga cangkir kopi Ronder. Pembicaraan ini akhirnya terhenti setelah hampir dua jam.

“Sepertinya aku harus kembali ke sekretariat sekarang. Senang bisa mengunjungimu kembali Nio,” ujarku.

“Sama-sama Fea. Aku juga harus kembali ke rumah Dokter Hella untuk melihat kondisi nenekku.”

“Terima kasih kopinya. Kuharap aku bisa mencicipinya lagi.”

“Cukup kunjungi rumahku sesering mungkin. Aku akan selalu menyiapkan kopi Ronder untukmu.”

Aku ingin segera kembali ke sekretariat, karena itu aku memutuskan untuk terbang. Ketika sedang terbang, aku bertemu dengan salah seorang Vog yang juga sedang terbang. Dia adalah Darel, salah seorang anggota AVRO.

“Kebetulan aku bertemu denganmu! Tadi aku melihat utusan dari pemerintah datang ke sekretariat mengantarkan surat. Sepertinya isi surat tersebut sangat penting. Kusarankan kau agar segera ke sekretariat,” kata Darel.

“Terima kasih atas informasinya. Aku akan segera ke sekretariat,” ujarku.


Dalam lima belas menit aku telah mendarat di depan sekretariat. Segera aku menuju mejaku untuk memeriksa surat yang masuk tersebut. Ternyata benar, ada satu surat masuk yang memiliki cap pemerintah. Aku membaca surat tersebut dengan teliti. Setelah aku memahami isinya, segera kulaporkan surat itu kepada Gudi.

“Apa isi surat tersebut?” tanya Gudi.

“Pemerintah mengundang semua anggota AVRO tanpa terkecuali untuk menghadiri jamuan makan malam pada nanti malam. Perihalnya adalah pemberian penghargaan kepada AVRO atas jasanya yang luar biasa dalam membela Askoriwimi,” ujarku.

Gudi diam sejenak. Sepertinya dia merasa ada yang janggal dalam surat tersebut.

“Selama ini kita memang bekerja untuk pemerintah, tapi tidak pernah ada jamuan makan malam untuk semua anggota sebelumnya. Apalagi perihalnya adalah untuk pemberian penghargaan. Bukannya aku berburuk sangka kepada pemerintah, tapi aku hanya merasa ada yang janggal.”

Aku tidak mengomentari pendapat Gudi. Tidak ada alasan bagiku untuk mengomentarinya.

“Namun kita juga tidak bisa menolak undangan tersebut. Pemerintah adalah atasan kita, dan kita tidak berhak mengecewakannya. Jadi aku menanggapi positif undangan tersebut.”

Kesimpulannya telah diperoleh, malam ini aku akan menghadiri jamuan makan malam dari pemerintah. Sebenarnya aku sedikit tidak setuju dengan Gudi. Aku sendiri merasakan tidak ada yang perlu dicurigai dari surat tersebut. Lagipula pemerintah tidak punya alasan untuk mencelakakan AVRO.


Sore itu kami semua menerima instruksi untuk menghadiri jamuan makan malam tersebut. Sebagian besar Vog menanggapi positif undangan tersebut. Hanya sebagian kecil yang berpikiran sama seperti Gudi, curiga kepada pemerintah. Tapi aku tidak begitu peduli, bagiku ini adalah undangan, dan tidak ada alasan untuk tidak menghadirinya. Aku berjalan meninggalkan sekretariat menuju rumahku. Ketika sedang berjalan, aku melihat dua orang sedang berdiskusi dari balik jendela ruangan ketua AVRO. Mereka adalah Gudi dan Letu. Diskusi mereka terlihat sangat serius. Aku penasaran dengan apa yang mereka diskusikan. Aku pun mendekati ruangan tersebut dan merapatkan telinga ke dinding untuk mendengarkan pembicaraan mereka. Sayangnya, aku tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan. Yang bisa aku tangkap adalah Letu sedang menjelaskan sesuatu kepada Gudi. Aku tidak tahu secara pasti, tapi menurutku Letu juga berpikiran sama dengan Gudi, sama-sama menaruh kecurigaan kepada pemerintah. Dan aku berpikir Letu sedang merencanakan sesuatu bersama Gudi. Ketika sedang menguping, tiba-tiba aku mendengar langkah kaki yang mendekatiku. Aku tidak ingin ketahuan, oleh karena itu aku segera terbang dengan cepat meninggalkan tempat itu.


Aku terbang dengan cepat menuju rumah. Aku ingin segera mempersiapkan penampilanku untuk jamuan makan malam ini. Begitu sampai di rumah, aku menyaksikan sesuatu yang tidak biasa. Selama ini aku tinggal sendiri, jadi tidak ada seorang pun yang akan menyambutku sesampai di rumah. Tapi kali ini, seseorang yang sangat kukenal berdiri di depan rumahku, dengan ketakutan tergambar jelas di wajahnya.

“Nio, kenapa kau ada disini?” tanyaku.

“Fea! Apakah kau diundang untuk jamuan makan malam oleh pemerintah?” Nio balik bertanya, dengan nada ketakutan yang sangat jelas.

“Tenangkan dirimu. Benar, seluruh anggota AVRO diundang oleh pemerintah malam ini,” jawabku.

“Kalau begitu, segera informasikan kepada AVRO untuk tidak menghadirinya!” serunya.

“Kenapa demikian Nio?” tanyaku heran.

“Cepat lakukan Fea! Jangan sampai ada satu pun anggota AVRO yang menghadiri undangan tersebut!”

“Aku tidak bisa menerima ucapanmu kalau tidak ada alasan yang jelas. Jelaskan kepadaku, kenapa kau melarang kami untuk menghadiri undangan itu?”

“Karena….”

“Karena apa?”

“Karena pemerintah memiliki rencana rahasia untuk membinasakan AVRO!”


to be continued


Chapter 20: Spies of Government